Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dr. Raymond R. Tjandrawinata: Kesehatan yang Baik Jadi Katalis Pertumbuhan Ekonomi yang Kuat

Dr. Raymond R. Tjandrawinata: Kesehatan yang Baik Jadi Katalis Pertumbuhan Ekonomi yang Kuat Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Selama abad terakhir, kemajuan pengembangan obat-obat modern untuk penyakit kronis maupun akut, serta vaksin, ditambah lagi kesadaran akan kebersihan lingkungan dan asupan nutrisi berkualitas baik telah berkontribusi besar pada kelangsungan kesehatan global. Banyak inovasi baru telah diluncurkan yang menyebabkan peningkatan tingkat kelangsungan hidup manusia secara dramatis. Usia harapan hidup pasien dengan penyakit kanker, jantung, dan stroke bahkan lebih panjang.

Perbaikan status kesehatan telah dapat memperpanjang umur dan meningkatkan kualitas hidup. Hal ini berkontribusi pada ekspansi cepat angkatan kerja dan produktivitas tenaga kerja pada paruh kedua abad ke-20 dan merupakan faktor kunci di balik pertumbuhan ekonomi yang kuat selama periode ini.

Baca Juga: Kejar Target Cakupan Imunisasi, Dinas Kesehatan Gandeng Pramuka

Saat suatu negara makin kaya, mereka berinvestasi dalam makanan yang lebih baik dan lingkungan yang lebih aman, serta secara tidak langsung menciptakan siklus yang baik akibat peningkatan kesehatan dan pendapatan yang lebih tinggi.

Beberapa tahun terakhir, berbagai penelitian menemukan bahwa kesehatan berkontribusi hampir sama besarnya dengan pertumbuhan pendapatan seperti halnya pendidikan. Sebaliknya, kesehatan yang buruk dan ketidakadilan kesehatan terus membatasi kemakmuran ekonomi. Contoh yang terjadi adalah kematian dini yang tentunya membatasi pertumbuhan dengan mengurangi jumlah tenaga kerja potensial.

Gangguan kardiovaskular dan kanker adalah kondisi teratas yang memengaruhi kematian populasi berusia 15 hingga 64 tahun, dan 55 persen dari kematian dini tersebut terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah. Penyakit seperti HIV/AIDS memakan korban yang sangat tinggi pada perekonomian karena secara tidak proporsional memengaruhi orang-orang usia kerja prima. Di atas krisis kemanusiaan yang meluas dari HIV/AIDS pada 1990-an dan 2000-an, pandemi ini terutama memengaruhi Afrika Selatan dan Timur, di mana tingkat prevalensi HIV di antara para penambang mencapai 25 persen di beberapa daerah.

Di samping itu, kondisi kesehatan yang buruk mempersulit mereka aktif berpartisipasi dalam kehidupan ekonomi. Pada tahun 2017, total 580 juta orang berusia 15 dan 64 tahun kehilangan pekerjaan karena kesehatan buruk. Mereka menjadi tidak bekerja atau berhenti bekerja sama sekali.

Di negara maju, satu dari lima pekerja menderita kondisi kronis, biasanya nyeri punggung bawah, migrain, dan sakit kepala, serta kecemasan serta depresi. Hal ini tentunya memengaruhi produktivitas mereka di tempat kerja.

Karyawan dalam kondisi kronis berpotensi tinggi kehilangan produktivitas. Di Amerika Serikat, karyawan dengan depresi diperkirakan kehilangan empat jam per minggu. Di negara-negara berpenghasilan rendah, penyakit menular seperti tuberkulosis (TB) menimbulkan kerugian terbesar pada tenaga kerja dan pendapatan rumah tangga. Waktu pemulihan untuk TB adalah beberapa bulan dan tentunya hal ini berdampak pada hilangnya produktivitas. Di mana pasien kehilangan waktu kerja tiga sampai empat bulan saat didiagnosis. Hal ini pasti memengaruhi output secara substansial dan memaksa rumah tangga ke dalam hutang dan kemiskinan.

Guncangan kesehatan seperti pandemi Covid-19, influenza H1N1, dan SARS dapat mengakibatkan tambahan biaya kemanusiaan dan ekonomi. Menurut suatu penelitian, efek pandemi Covid-19, seperti langkah-langkah perlindungan di tempat untuk mengendalikan penyebaran virus, diperkirakan akan mengurangi PDB global sebesar 3 hingga 8 persen pada tahun 2020.

Biasanya, masalah kesehatan jarang menjadi bagian dari diskusi pertumbuhan ekonomi. Perdebatan hanya seputar biaya perawatan kesehatan. Investasi di bidang kesehatan juga dapat memainkan peran penting dalam mendorong pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19.

Baca Juga: Dr. Raymond R. Tjandrawinata: Prospek Populasi Dunia di Masa Depan

Sejumlah tren menunjukkan bahwa kesehatan menjadi faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi dalam beberapa dekade mendatang. Alasan pertama, peningkatan kesehatan mendukung produktivitas penduduk, yang dapat membantu mengatasi hambatan jangka panjang.

Pertumbuhan angkatan kerja secara global diperkirakan akan melambat dari tingkat tahunan sebesar 1,8 persen selama 50 tahun terakhir, menjadi 0,3 persen dalam 50 tahun ke depan seperti yang sudah kita diskusikan di artikel sebelumnya yang berjudul "Prospek populasi dunia di masa depan". Pada saat yang sama, terjadi peningkatan permintaan untuk pekerja berpengetahuan yang sangat terampil.

Alasan kedua, kesehatan tidak lagi membaik di semua wilayah karena kondisi terkait obesitas dan tantangan kesehatan mental membebani orang-orang dari segala usia, termasuk usia kerja prima. Selain itu, ketidaksetaraan kesehatan yang terus-menerus dan dalam banyak kasus menciptakan kesenjangan kesehatan antara kaya dan miskin dalam masyarakat. Ketiga, populasi yang lebih sehat akan lebih tangguh dalam menghadapi penyakit menular baru, seperti Covid-19, yang sering kali menimbulkan risiko lebih tinggi bagi orang-orang dengan kondisi kesehatan yang kurang baik.

Beban penyakit global diproyeksikan menurun pada tingkat yang lebih lambat daripada di masa lalu, di mana populasi menua dan permasalahan kesehatan yang lebih besar di usia lanjut. Beban penyakit diukur dalam tahun-tahun kehidupan yang disesuaikan dengan kecacatan, yang dikenal sebagai DALYs (disability-adjusted life years). Perhitungannya, setiap DALY mencerminkan satu tahun hilangnya kesehatan yang baik, sementara peningkatan kesehatan dapat diukur dengan jumlah DALY yang dihindari.

Menurut suatu penelitian yang disponsori WHO, selama 20 tahun ke depan ancaman global yang ditimbulkan oleh penyakit menular seperti malaria, TBC, dan HIV/AIDS diperkirakan akan berkurang karena upaya bersama untuk menerapkan pengobatan yang efektif. Namun, masalah kesehatan banyak terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah, dengan permasalahan kesehatan seperti diare dan malaria, gangguan gizi, dan gangguan kesehatan pada ibu dan anak.

Diperlukan perubahan kebijakan pemerintah, industri, maupun komunitas untuk membentuk lingkungan dan masyarakat melalui promosi kesehatan untuk menangkap manfaat sosial serta ekonomi. Pandemi Covid-19 memberikan momen unik untuk melibatkan pemerintah, industri, dan komunitas di seluruh dunia. Pandemi telah mengekspos kerentanan mendalam dalam sistem perawatan kesehatan, rantai pasokan, dan struktur sosial, dan ketidakadilan besar yang perlu ditangani.

Ketika masyarakat langsung muncul dari krisis, kita dapat melakukan lebih banyak usaha dari sekadar menutup kesenjangan dan berharap untuk pemulihan. Kita dapat membangun sistem perawatan kesehatan yang lebih baik dan ekonomi global yang lebih kuat dan tangguh. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencapai hal tersebut, yakni menjadikan pertumbuhan yang sehat sebagai prioritas sosial dan ekonomi; menjaga kesehatan dalam agenda semua orang; mengubah sistem perawatan kesehatan; dan melipatgandakan inovasi dalam terapi dan seterusnya.

Baca Juga: Pandemi Covid-19 Tak Hanya Hambat SDGs, tetapi Juga Buat Pembiayaan Jadi Bengkak

  1. Menjadikan pertumbuhan yang sehat sebagai prioritas sosial dan ekonomi. Investasi di bidang kesehatan dapat menjadi pengungkit penting untuk pertumbuhan di masa depan dan bagian penting dari perdebatan kebijakan ekonomi. Janganlah kita berpikir bahwa masalah kesehatan sebagai masalah biaya, justru kita harus berfokus pada kesehatan sebagai investasi yang dapat memberikan keuntungan sosial dan ekonomi yang signifikan. Pemerintah di seluruh dunia harus mengendalikan masalah ini dengan mengembangkan dan melaksanakan agenda hidup sehat, termasuk kebijakan pasar tenaga kerja dan ketenagakerjaan, yang memberikan manfaat kesehatan dan ekonomi. Contoh yang paling baik dan harus selalu dipromosikan adalah GERMAS atau Gerakan Kesehatan Masyarakat yang disponsori oleh Kementerian Kesehatan RI, di mana upaya ini merupakan gerakan nasional yang dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat dengan mempraktikkan pola hidup sehat sehari-hari di mana pelopornya adalah institusi dan organisasi;
  2. Jaga kesehatan menjadi agenda setiap orang. Pandemi Covid-19 memaksa bahwa kesehatan menjadi agenda setiap organisasi dan setiap rumah tangga. Arah kesehatan seharusnya tidak lagi berfokus pada masalah pengobatan (kuratif). Pencegahan risiko dan promosi kesehatan merupakan upaya promotif jangka panjang, yang porsinya harus lebih dari 70 persen dan tidak bisa diserahkan begitu saja kepada penyedia layanan kesehatan. Hal ini harus menjadi urusan setiap orang;
  3. Transformasi sistem perawatan kesehatan. Pandemi Covid-19 telah mengekspos kerentanan sistem perawatan kesehatan. Mengambil kesempatan untuk memperkuat dan menata kembali sistem mungkin tidak hanya memastikan persiapan yang lebih baik untuk krisis di masa depan, tetapi juga memberikan layanan kesehatan secara lebih efektif. Tantangannya adalah membuat dan mempertahankan perubahan yang beralih kepada kesehatan preventif sambil memastikan ketahanan dan fleksibilitas. Hal ini akan melibatkan perawatan dan layanan primer berkualitas tinggi dan holistik yang menangani kebutuhan perilaku dan kesehatan sosial. Insentif yang terjadi di banyak sistem dan organisasi perawatan kesehatan saat ini, tidak cukup untuk memastikan transisi tersebut dan memerlukan investigasi serta audit eksekusi yang mendasar;
  4. Perbesar inovasi. Saat dunia menunggu vaksin atau pengobatan yang efektif untuk Covid-19, peran penting dimainkan oleh inovasi kesehatan dan ekonomi global. Inovasi menjadi penting untuk meningkatkan kesehatan populasi dunia. Saat ini lebih dari setengah $300 miliar pengeluaran R&D global untuk perawatan kesehatan berasal dari sektor swasta. Inovasi yang menjanjikan termasuk genomik untuk memberikan pencegahan dan pengobatan yang lebih bertarget; ilmu data dan Kecerdasan Artifisial (AI) untuk mendeteksi dan memantau penyakit dan meningkatkan penelitian. Pengiriman dan pengolahan data yang didukung teknologi untuk memperluas dan menata kembali akses; dan kemajuan dalam pemahaman biologi penuaan. Namun, menyadari potensi penuh dari jalur inovasi mungkin memerlukan pergeseran insentif ekonomi untuk memberi penghargaan kepada area dengan kebutuhan terbesar dan pengembalian tertinggi.

Perbaikan kesehatan yang dihasilkan dari inisiatif dan kegiatan proaktif seperti pengembangan vaksin, obat-obat modern, sanitasi, dan nutrisi telah menjadi katalis kuat untuk pertumbuhan ekonomi dengan memperluas angkatan kerja, yang mengarah pada produktivitas dan konsumsi yang lebih tinggi serta memberikan manfaat sosial yang sangat besar. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan kesehatan populasi di dunia, tidak hanya untuk mengatasi Covid-19, tetapi juga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran suatu negara selama beberapa dekade mendatang.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: