Ketua Komisi Nasioanal Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengungkapkan bahwa para pakar sepakat bila Bisphenol A atau lazim disebut BPA yang terdapat pada galon guna ulang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit, seperti di antaranya, kanker, kesehatan otak, autisme, kelenjar prostat, juga dapat memicu perubahan perilaku pada anak.
“Tak ada dampak yang ringan dari yang ditimbulkan oleh BPA,” Arist Merdeka Sirait saat menghadiri acara 'Saresehan Upaya Perlindungan Kesehatan Pada Masyarakat, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Arist menegaskan bahwa, di luar negeri, senyawa BPA sudah tidak digunakan lagi. Karena terbukti berbahaya bagi kesehatan. "Menurut US Food dan Drug Administration, BPA memicu masalah kesehatan di otak," cetus Arist.
Baca Juga: Komnas Perlindungan Anak Nilai Keputusan Kemenkominfo Sebut Bahaya BPA Bukan Hoax Sudah Tepat
Saat ini, masyarakat internasional dan dalam negeri telah banyak informasi terkait keamanan Bisfenol A (BPA) pada kemasan plastik polikarbonat (PC) yang berdampak pada kesehatan. BPA merupakan salah satu bahan penyusun plastik PC kemasan air minum dalam galon yang pada kondisi tertentu dapat bermigrasi dari kemasan PC ke dalam air yang dikemasnya.
BPA bekerja atau berdampak kesehatan melalui mekanisme endocrine disruptors atau gangguan hormon khususnya hormon estrogen sehingga berkorelasi pada gangguan sistem reproduksi baik pria maupun wanita, diabetes, obesitas, gangguan sistem kardiovaskular, gangguan ginjal, kanker, perkembangan kesehatan mental, autism spectrum disorder (ASD) dan pemicu Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).
Diah Ayu Puspandari dari Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan (Pusat KPMAK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM melakukan penelitian terkait dampak dari kandungan BPA dalam AMDK. Paparannya disampaikan dalam saresehan Upaya Perlindungan Kesehatan Masyarakat.
Menurut Diah Ayu Puspandari paparan BPA berkontribusi 4,5 kali lebih besar memicu infertilitas dan data data lain terkait kejadian infertilitas di Indonesia.
Sementara menurut Ahli Biomedik Farmasi dan Farmakologi sekaligus Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Prof Juanidi Khotib mendorong penelitian yang bermanfaat. Tugasnya menyediakan data berbasis sain untuk digunakan bagi dukungan kebijkan yang berpihak pada masyarakat.
"Dari kajian yang dilakukan terjadi pelepasan atau migrasi partikel BPA ke makanan atau minuman yang bersinggungan langsung dengan kemasan primer sehingga partikel BPA dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman tersebut. Konsentrasi BPA dalam darah dan urin sangat erat dengan berbagai penyakit yang berkaitan dengan gangguan endokrin, yaitu gangguan pada hormonal sistem, perkembangan saraf dan mental pada anak-anak," papar Junaidi Khotib.
Baca Juga: Kebijakan Pelabelan BPA pada Galon Dianggap Jadi Kemunduran Komitmen Pengelolaan Sampah Pemerintah
Sementara Arist tetap fokus point of view-nya dari kesehatan anak-anak. Itu sebabnya, Arist lebih keras berjuang agar pemerintah atau masyarakat tahu tentang bahaya BPA, salah satunya dengan mendukung upaya BPOM melakukan Perubahan Kedua atas Perka No 31 Tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan.
"BPA bagi orang dewasa saja dapat memicu kanker. Apalagi bagi anak-anak atau bayi, balita dan janin. Di mana bayi, balita dan janin itu belum mempunyai sistem imun. Dengan hadir di saresahan itu, kita jadi lebih takut. Ternyata BPA lebih berbahaya dari yang diperkirakan sebelumnya. Berdasarkan pemaparan para pakar lain BPA dapat mengkontaminasi air susu ibu bahkan saat bayi masih jadi embrio," tandas Arist.
Komnas Perlindungan Anak akan terus mengkampanyekan bahaya BPA. Apalagi ini yang bicara dari pakar yang sangat mumpuni.
Peluang BPA meracuni masyarakat bukan saja saat proses pendistribusian saja. Tapi saat dipajang di toko-toko juga dapat memicu migrasi BPA ke air.
"Salah satu dampak BPA saja sudah mengerikan. Satu aja sudah bisa membuat fatal, apalagi kalau banyak. Oleh sebab itu kita tidak boleh bersikap gegabah dan meremehkan BPA ini," tutur Arist Merdeka.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri