Irjen Ferdy Sambo Tak Mungkin Dapat Hukuman Mati Meski Dalangi Pembunuhan Brigadir J? Pengamat: Tidak Semudah Itu
Kasus kematian Brigadir J alias Nopransyah Yosua Hutabarat mulai menemukan titik terang usai Irjen Ferdy Sambo terbukti menjadi dalang pembunuhan berencana itu sehingga kini ditetapkan sebagai tersangka. Terkait hal ini, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Padjadjaran, Prof. Romli Atmasasmita angkat bicara.
Romli mengaku tak yakin Irjen Ferdy Sambo bakal didakwa hukuman mati dalam kasus tersebut. Alasannya, kasus ini tidak memiliki kaitan dengan kepentingan masyarakat luas, dan kepentingan keamanan negara.
"Saya tidak yakin, hakim akan menjatuhkan hukuman mati. Karena kasus pembunuhan ini kan dipicu oleh urusan keluarga antara Irjen FS dan istri, Nyonya PC. Tidak ada kaitannya dengan kepentingan masyarakat luas dan keamanan negara," kata Romli, dalam keterangan yang diterima RM.id, Rabu (10/8/2022).
Romli menjelaskan, pembunuhan berencana yang maksimal dapat dijatuhi pidana mati minimal 20 tahun pidana penjara, sesuai Pasal 340 KUHP, termasuk tindak kejahatan terberat dl Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini berlaku.
Jika dakwaan terbukti, dan kemudian menjadi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap melalui Mahkamah Agung (MA), maka eksekusi hukuman mati yang dilaksanakan dengan cara ditembak mati, biasanya dilakukan di Pulau Nusakambangan.
"Tapi tentu saja, tidak semudah itu. Karena dalam menjatuhkan putusan, hakim tidak harus sama sependapat dengan jaksa penuntut," kata akademisi kelahiran 1 Agustus 1944.
Dalam hukum pidana, kata Romli, motivasi kerap dijadikan pertimbangan hakim terkait masalah kemanusiaan. Bukan urusan orang mati, terluka, atau cacat korban saja.
"Karena itu, hakim wajib memiliki wawasan yang luas. Orang yang mencuri karena serakah, hukumannya tidak bisa disamakan dengan orang yang mencuri karena kelaparan," paparnya.
Menurut Romli, direncanakan atau tidaknya suatu aksi kejahatan, sangat tergantung pada fakta yang ditemukan dalam penyelidikan, serta keterangan para saksi dan tersangka. Di samping harus didahului oleh fakta adanya persiapan untuk melakukan pembunuhan.
"Jika fakta persiapan tidak terbukti atau tidak memiliki kekuatan bukti yang sempurna, maka harusnya dikenakan pasal pembunuhan biasa atau Pasal 338 KUHP," terang Romli.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: