Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Eksekusi Brigadir J, Nasib Ferdy Sambo Gak Bakal Berujung Tembak Mati, Loh Kok Bisa?

Eksekusi Brigadir J, Nasib Ferdy Sambo Gak Bakal Berujung Tembak Mati, Loh Kok Bisa? Kredit Foto: Antara/ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc
Warta Ekonomi, Jakarta -

Nasib Irjen Ferdy Sambo kini berada di tangan 30 jaksa yang sudah ditugaskan menyusun dakwaan terhadap para pembunuh Brigadir Joshua alias Brigadir J.

Kejagung langsung membentuk tim khusus untuk mengawal kasus tersebut. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan, ada 30 jaksa yang ditugaskan menangani perkara tersebut. 

Baca Juga: Buka Borok, Murid Habib Rizieq Mau Pasang Badan Buat Ferdy Sambo: Anda Mengembalikan Citra Bangsa...

"SPDP sudah masuk ke Jampidum, sudah ditunjuk 30 jaksa penuntut umum untuk menangani perkara tersebut," kata Ketut, kemarin. 

Arahan terhadap 30 jaksa itu pun jelas. Para jaksa dari Korps Adhyaksa itu, diminta profesional. "Tentu, dalam penanganan perkara apa pun, jaksa penuntut umum tanpa diminta dan disuruh, harus profesional," tegasnya. 

Ketut menambahkan, penanganan kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J dilakukan langsung oleh Jampidum Fadil Zumhana. "Kalau tidak (profesional) tentu akan ada konsekuensinya dari pimpinan," warningnya. 

Dia juga berharap, perkara yang melibatkan Sambo ini bisa cepat dituntaskan dengan mengoptimalkan koordinasi. "Yang paling penting koordinasi penyidik dan penuntut umum dalam rangka mempercepat proses penyelesaian perkaranya sangat diperlukan," bebernya. 

Untuk diketahui, Sambo ditetapkan sebagai tersangka Pasal 338 subsider Pasal 340 KUHP yaitu pasal  pembunuhan dan pembunuhan berencana. Ancaman hukuman Pasal 338 adalah penjara paling lama 15 tahun. Sementara ancaman Pasal 340 ialah pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun penjara.

Apakah Sambo layak dituntut mati? Pakar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia, Eva Achjani Zulfa menganggap, Sambo layak dituntut hukuman terberat, berupa hukuman mati. Mengingat saat pembunuhan berencana terjadi, jabatan Sambo merupakan Kadiv Propam Polri. 

Baca Juga: Borok Ferdy Sambo Terus Dikuliti, KPK Masuk Pusaran Kasus Brigadir J

"Mungkin posisi jabatan beliau sebagai penegak hukum menjadi suatu yang dapat dinilai memperberat pidananya," tukas Eva, kepada Rakyat Merdeka, kemarin. 

Dia tidak menepis di mana jaksa bisa saja memasukkan altertatif hukuman mati kepada tersangka yang disangkakan Pasal 340 KUHP. Hanya saja, jaksa harus berpikir matang bila kasus ini ingin diarahkan pada hukuman mati. 

"Mengenai jalannya persidangan, dengan Pasal 340 atau 338 atau 216 KUHP dan jumlah alat bukti dan saksi mahkota yang begitu banyak, bila perkaranya di-splitsing atau dipisahkan, jaksa tidak akan terlalu sulit membuktikannya," pungkas dia.

Baca Juga: "Ada Judi, Sabu, Miras", Putri Candrawathi Mau Laporkan Ferdy Sambo, Brigadir J Cuma Kambing Hitam!

Namun, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Padjadjaran, Prof. Romli Atmasasmita tak yakin Sambo bakal didakwa hukuman mati. Alasannya, kasus ini tidak memiliki kaitan dengan kepentingan masyarakat luas, dan kepentingan keamanan negara.

"Saya tidak yakin, hakim akan menjatuhkan hukuman mati. Karena kasus pembunuhan ini kan dipicu oleh urusan keluarga antara Irjen FS dan istri, Nyonya PC (Putri Candrwathi). Tidak ada kaitannya dengan kepentingan masyarakat luas dan keamanan negara," tandas Romli, saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin. 

Romli menjelaskan, pembunuhan berencana yang maksimal dapat dijatuhi pidana mati minimal 20 tahun pidana penjara, sesuai Pasal 340 KUHP, termasuk tindak kejahatan terberat di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang saat ini berlaku.

Jika dakwaan terbukti, dan kemudian menjadi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap melalui Mahkamah Agung (MA), maka eksekusi hukuman mati yang dilaksanakan dengan cara ditembak mati, biasanya dilakukan di Pulau Nusakambangan.

"Tapi tentu saja, tidak semudah itu. Karena dalam menjatuhkan putusan, hakim tidak harus sama sependapat dengan jaksa penuntut," pekik akademisi kelahiran 1 Agustus 1944 itu.

Dalam hukum pidana, sambung Romli, motivasi kerap dijadikan pertimbangan hakim terkait masalah kemanusiaan. Bukan urusan orang mati, terluka, atau cacat korban saja. "Karena itu, hakim wajib memiliki wawasan yang luas. Orang yang mencuri karena serakah, hukumannya tidak bisa disamakan dengan orang yang mencuri karena kelaparan," paparnya.

Sebelumnya, Menkopolhukam, Mahfud MD berjanji akan terus mengawal kasus ini hingga nanti dilimpahkan ke kejaksaan dan masuk ke pengadilan. Ia berharap, kejaksaan mampu membuat konstruksi hukumnya dengan membuat dakwaan dan tuntutan hukum yang setimpal. 

Baca Juga: Periksa Bharada E Terkait Perkembangan Kasus "Duren Tiga Berdarah" Ferdy Sambo, Komnas HAM Konfirmasi Hal Ini

"Kami mendorong agar Kejaksaan punya semangat yang sama dengan Polri.  Kejaksaan harus benar-benar profesional menangani kasus ini," pinta Mahfud.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Bagikan Artikel: