Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tolak Kenaikan Harga BBM, Anggota DPR Tebar Puluhan Spanduk di Depok & Bekasi

Tolak Kenaikan Harga BBM, Anggota DPR Tebar Puluhan Spanduk di Depok & Bekasi Kredit Foto: Antara/Abriawan Abhe
Warta Ekonomi, Jakarta -

Anggota DPR RI Fraksi PKS, Nur Azizah Tamhid, tebar puluhan spanduk di Kota Depok dan Kota Bekasi guna mendukung aksi protes masyarakat yang menolak kenaikan harga BBM.

Nur Azizah menilai alokasi tambahan subsidi energi tahun 2022 tidak sepenuhnya merupakan alokasi murni dan tambahan tahun 2022, tetapi terdapat alokasi kurang bayar tahun 2021 sehingga menyebabkan terjadi akumulasi angka kompensasi energi yang besar.

“Jadi pemerintah sepenuhnya membebankan alokasi biaya kompensasi tahun 2021 dan tambahan 2022 sekaligus pada tahun 2022. Faktor inilah yang menyebabkan tambahan biaya alokasi subsidi energi membengkak dalam APBN 2022," ujar Nur Azizah dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (13/9/2022).

Baca Juga: Jokowi Nggak Kuat Lagi Tanggung Subsidi BBM, Rizal Ramli Usul Mundur Saja: Situ Sudah Nggak Mampu, Kok Ngeyel

Menurutnya, kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi akan semakin mendekatkan perekonomian nasional pada kondisi triple horror yang mengkhawatirkan, akibatnya akan terjadi efek berantai dalam perekonomian.

Tekanan inflasi tinggi, naiknya harga BBM akan memengaruhi harga bahan baku di tingkat produsen meningkat, sehingga harga jual ke konsumen akan ikut naik, diperkirakan angka inflasi akan mencapai 7,0-8,0 persen hingga akhir tahun 2022.

“Kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi Solar dan Pertalite, dipastikan akan meningkatkan angka kemiskinan dan pengangguran. Kebijakan pemerintah mengeluarkan bansos senilai Rp24,17 triliun, dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT), bantuan subsidi upah (BSU), dan mengalokasikan 2 persen dana transfer umum pemerintah daerah untuk sektor transportasi umum, ojek, dan nelayan, tidak terlalu banyak membantu," ujarnya.

Sementara itu Jubir Nur Azizah, Ahmad Syihan Ismail menjelaskan, persentase penerimaan Negara saat ini lebih tinggi dari belanja Negara. Tingginya harga komoditas khususnya BBM pada tahun 2022, seharusnya bisa menjadi bantalan tersendiri bagi pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM saat ini. Windfall harga komoditas memberikan dampak meningkatnya pendapatan pemerintah tahun 2022.

“Adapun outlook pendapatan negara tahun 2022 diperkirakan mencapai Rp2.266,2 triliun, atau lebih tinggi Rp420,1 triliun dari target APBN 2022. Sedangkan belanja pemerintah pusat sebesar 2.301,6 atau lebih tinggi 357,1 triliun dari target APBN 2022. Tingginya windfall yang diterima pada tahun 2022, seharusnya bisa menutup alokasi belanja pemerintah pusat khususnya belanja subsidi energi," tutur Ahmad.

Ia menambahkan, kenaikan harga BBM bersubsidi Pertalite dan Solar di saat kondisi ekonomi global tidak menentu akhirnya harus ditanggung oleh masyarakat. Pemerintah tidak pernah menuntaskan tugas dan tanggung jawabnya untuk mengendalikan penggunaan BBM bersubsidi, sehingga menyebabkan volume penggunaanya melonjak tajam.

Berdasarkan data dari BPH Migas, penyaluran BBM jenis Pertalite hingga Juli 2022 sudah tembus 15,9 juta kiloliter (KL) atau mencapai 69% dari kuota yang sudah ditetapkan pada tahun ini sebesar 23 juta KL. Sedangkan penyaluran BBM jenis Solar subsidi hingga Juni 2022, sudah mencapai 8,3 juta KL dari kuota tahun ini sebesar 14,91 juta KL, sisa kuota Solar subsidi hingga Juni tinggal 6,6 juta KL.

"Kondisi ini menunjukkan, selama ini pemerintah tidak memiliki instrumen pengendalian dan kontrol yang efektif dan terukur untuk mengendalikan penggunaan BBM bersubsidi," ujarnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: