Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ya Ampun... LPSK Sebut UU TPKS Dimanfaatkan untuk Justifikasi Istri Ferdy Sambo Sebagai Korban Pelecehan Seksual

Ya Ampun... LPSK Sebut UU TPKS Dimanfaatkan untuk Justifikasi Istri Ferdy Sambo Sebagai Korban Pelecehan Seksual Tersangka Irjen Ferdy Sambo (kiri) bersama Istrinya tersangka Putri Candrawathi (kanan) keluar dari rumah dinasnya yang menjadi TKP pembunuhan Brigadir J di Jalan Duren Tiga Barat, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta, Selasa (30/8/2022). Kepolisian melakukan rekonstruksi dugaan pembunuhan Brigadir Yosua di rumah pribadi dan rumah dinas Irjen Ferdy Sambo. | Kredit Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kasus tewasnya Brigadir J terus menjadi sorotan masyarakat. Mengenai perkembangan yang ada, Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu menyebut ada upaya memanfaatkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) untuk menguatkan skenario dugaan pelecehan seksual Putri Chandrawathi, istri Ferdy Sambo.

Undang-undang yang disahkan pada 12 April 2022 lalu itu digunakan melabeli Putri sebagai korban kekerasan seksual.

"Jadi upaya menjustifikasi Bu PC sebagai korban tanpa bukti akuntabel, ya digunakan dengan memanfaatkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Termasuk juga argumen bahwa peristiwanya berpindah dari Duren Tiga ke Magelang juga punya banyak kelemahan menurut kami," kata Edwin kepada wartawan dalam sebuah diskusi di Jakarta Selatan, Selasa (27/9/2022).

Baca Juga: Saatnya Bersatu, Buzzer Mohon Jangan Kelojotan! Yang Bilang Gibran Anaknya Jokowi: Rocky Gerung Idola Saya!

Dalam proses yang berjalan di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin mengatakan terdapat sejumlah kejanggalan. Dia menyoroti laporan polisi pada awal kasus ini.

"Ada dua laporan polisi yang sama, ditangani berbeda. Laporan polisi itu nomor 1/630. Ada tanggal 8 Juli dan ada tanggal 9 Juli," ujarnya.

Pada dokumen tertanggal 8 Juli yang diterima LPSK tidak ditemukan tanda tangan Putri, namun pada dokumen 9 Juli terdapat tanda tangan.

"Tapi salah satunya benar atau keduanya enggak benar," tutur Edwin.

Pada kedua laporan itu, belum termuat UU TPKS, melainkan KUHP pasal 289 dan 335 tentang asusila. Diungkapkannya UU TPKS kemudian termuat dalam laporan, ketika rapat koordinasi yang diikuti LPSK di Polda Metro Jaya.

"Seperti penggunaan UU TPKS untuk memberikan justifikasi korban kepada Ibu PC secara formil," kata Edwin.

"Tanpa dibuktikan secara materil untuk melanjutkan kriminalisasi terhadap mendiang Yosua dan melindungi Ibu Pc dari upaya-upaya pihak lain yang mau mengungkapkan kebenaran dari peristiwa ini," sambungnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Bayu Muhardianto

Bagikan Artikel: