Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Antisipasi Resesi, Pemerintah Didorong Ciptakan Regulasi Prokomoditas Ekspor

Antisipasi Resesi, Pemerintah Didorong Ciptakan Regulasi Prokomoditas Ekspor Kredit Foto: Austindo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kalangan Ekonom meminta pemerintah untuk mengantisipasi dampak resesi global melalui kebijakanyang prokomoditas. Pemerintah perlu memberlakukan regulasi prokomoditas di tengah ketidakpastian global yang tinggi, terutama dengan melonjaknya harga komoditas pangan dan energi menjadi tantangan bagi perekonomian nasional.

Hal ini disampaikan Ekonom Universitas Airlangga Rossanto Dwi Handoyo dan Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad dalam diskusi virtual bertema “Ancaman Resesi, Peningkatan Ekspor Non Migas dan Dampak Penerapan kebijakan Ekspor CPO,” yang diselenggarakan Forum Jurnalis Sawit (FJS) di Jakarta, kemarin.

“Sebenarnya, Indonesia bisa selamat dari resesi karena diuntungkan dari kenaikan harga komoditas global sehingga menambah pendapatan negara,” kata Tauhid Ahmad.

Ia masih menyakini bahwa CPO atau minyak sawit masih menjadi komoditas yang menyumbangkan pundi-pundi besar terhadap devisa negara.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor minyak sawit mentah (CPO) berkontribusi sebesar Rp112,82 triliun bagi perekonomian Indonesia sepanjang kuartal I/2022. Angka ini setara 2,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Ironisnya, saat ini masih ada beberapa kebijakan yang justru membatasi kegiatan ekspor minyak sawit. “Sebut saja Bea Keluar, Pungutan Ekspor, Domestic Market Obligation (DMO), Domestic Price Obligation (DPO), Persetujuan Ekspor, dan Flush Out,” ungkap Tauhid.

Karena itu, ia meminta seluruh hambatan ekspor tersebut sebaiknya dikurangi atau bahkan dihapus. Sementara itu, Rossanto meminta pemerintah perlu mewujudkan penyusunan platform Neraca Komoditas (NK). Pasalnya, mesin penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia masih didominasi produk komoditas unggulan seperti batubara dan Crude Palm Oil (CPO).

NK bisa menjadi acuan data dan informasi yang mampu menjabarkan tentang situasi konsumsi dan produksi suatu komoditas berskala nasional seperti CPO dan batubara sekaligus sebagaidata dan informasi proyeksi pengembangan industri nasional.

Menurut Rossanto, melalui NK tersebut nantinya dengan mudah diketahui seberapa besar kebutuhan CPO dalam negeri untuk minyak goreng hingga target ekspor sehinggaberbagai regulasi pro dan kontra seperti DMO dan DPO bisa dihindari.

“Kebijakan sebagai upaya transparansi ini bermanfaat karenamemberikan kepastian waktu bagi waktu bagi eksportir sawit, mendorong penyederhanaan tata niaga kelapa sawit di Indonesia yang kini masih terkesan tumpang tindih,” kataRossanto.

Baca Juga: Inflasi September Tembus 1,17%, Tertinggi Sejak 2014

Menurut Rossanto, penyusunan NK perlu dikebut mengingatperekonomian Indonesia masih menghadapi dampak tekanan ekonomi global tahun depan 2023. Pada 2023, ekonomi domestik dihadapkan dengan sejumlah ketidakpastian seperti potensi resesi dunia setelah tingginya inflasi dan tren kenaikan suku bunga acuan bank sentral negara-negara maju.

Baca Juga: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar

Bagikan Artikel: