Ekonom Ryan Kiryanto menilai keputusan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) merupakan keputusan yang tepat, taktis dan timely
Untuk diketahui, Rapat Dewan Gubernur BI pada 19-20 Oktober 2022 memutuskan untuk menaikkan BI7DRR sebesar 50 bps menjadi 4,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 5,50%.
"Jelas keputusan ini menyiratkan langkah BI yang front loaded, pre-emptive, dan forward looking, terutama untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi (overshooting) berkisar 6-7% pasca kenaikan harga BBM yang lalu dan sekaligus memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran 3,0±1% (dengan jangkar 3%) lebih awal dari perkiraan semula yaitu menjadi ke paruh atau semester pertama 2023," ujarnya di Jakarta, Jumat (21/10/2022). Baca Juga: Naik Lagi, BI Kembali Naikkan Suku Bunga Acuan 50 bps jadi 4,75%
Lebih lanjut katanya, keputusan BI tersebut juga dimaksudkan untuk menjaga dan memperkuat kebijakan upaya menstabilkan pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS agar sesuai dengan nilai fundamentalnya (yakni kinerja perekonomian yang stabil dan terus tumbuh positif) akibat semakin kuatnya mata uang dolar AS terhadap mata uang di seluruh dunia dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
Dalam hal ini, sebenarnya deperesiasi Rupiahh terjadi karena faktor sentimen, bukan karena faktor fundamental. Ini karena the Fed menaikkan Fed Fund Rate (FFR) sangat agresif (untuk memerangi inflasi yg sempat nyentuh 9% supaya turun ke target 2%), sehingga imbal hasil dalam dolar AS meningkat tajam yang mendorong para pemilik dana atau investor memburu dolar AS sebagai safe heaven investment di saat situasi ketidakpsstian global meningkat.
"Dengan kenaikan FFR yang agresif (325 bps dari posisi sebelumnya 0-25 bps) sedangkan bank sentral negara lain (termasuk BI) menaikkan suku bunga acuan dalam besaran basis poin yang lebih kecil (yakni 75 bps menjadi 4,25% saat ini, sebelum naik lagi sebesar 50 bps menjadi 4,75% hari ini) sehingga selisih FFR dgn BI Rate menjadi hanya 150 bps atau 1,5%; sementara sebelumnya berkisar 250-300 bps. Maka, investor terdorong untuk pegang dolar AS. Apalagi outlook FFR bakal naik lagi ke kisaran 4,0%-4,25% di akhir tahun ini," jelas Co-Founder & Dewan Pakar Institute of Social, Economic and Digital (ISED) tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman