Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmi Radhi menilai lambannya penyelesaian Rancangan Undang-undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBT) karena adanya belum kesepakatan antara pemerintah dan DPR.
Menurutnya, berdasarkan pandangan salah satu pimpinan komisi VII DPR RI di mana nantinya PLN bukanlah satu-satunya yang dapat menjual listrik.
"Edy suparno dalam salah satu diskusi dalam EBT itu PLN bukan satu-satunya yang menjual, tapi dibuka opsi lain bahwa swasta boleh menjual, dia menyebutnya multi-buyer multi-seller di mana multi seller sudah berjalan yang ikut menjual tetapi distribusinya PLN," ujar Fahmi saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Senin (24/10/2022).
Baca Juga: Dear Pemerintah, RUU EBT Harus Segera Dirampungkan
Fahmi menyebut bahwa jika benar hal tersebut terjadi dalam RUU EBT dengan mencantumkan multi-seller dan multi-buyer, maka akan banyak melanggar beberapa Undang-undang yang telah ada sebelumnya.
"Kalau benar bahwa dalam RUU EBT itu mencantumkan multi-seller dan multi-buyer, maka itu melanggar undang-undang kelistrikan, melanggar keputusan MK bahkan melanggar UUD 1945, jadi itu enggak boleh, itu mungkin salah satu ganjaran yang belum diselesaikan," ujarnya.
Meski begitu, ia menilai secara keseluruhan RUU tersebut cukuplah komprehensif dalam menciptakan iklim energi baru dan terbarukan di Indonesia.
"Tapi secara keseluruhan, draf RUU EBT itu cukup komprehensif yang mengatur banyak hal termasuk dalam penerapan tarif," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: