Manuver Hentikan Hakim Konstitusi, DPR Mulai Berani Sunat Independensi Lembaga Negara
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) bidang anggaran, Y. Taryono menuturkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersikap arogan dalam memutuskan pemberhentian Hakim Konstitusi, Aswanto dalam rapat paripurna pada 29 September 2022 lalu.
Dia menuturkan, Komisi III DPR memberhentikan Aswanto sebab banyak undang-undang yang dibatalkan oleh Aswanto. Padahal, kata Taryono, Aswanto merupakan hakim Mahkamah Konsitusi yang ditunjuk sebagai perwakilan DPR.
"DPR menunjukkan sikap arogan dan menginjak-injak independensi lembaga negara yang dibentuk berdasarkan perintah UUD 1945 maupun undang-undang. Hal itu tampak pada pemberhentian hakim konstitusi, Aswanto," jelas Taryono dalam konferensi persnya Evaluasi Kinerja DPR-RI Masa Sidang I 2022-2023, Jakarta, Kamis (27/10/22).
Dia menilai, pemberhentian Aswanto yang dilakukan Bambang Wuryanto alias Pacul, diibaratkan sebagai direksi dalam sebuah perusahaan. Dengan begitu, kata Taryono, DPR seolah-olah menjadi owner dari Mahkamah Konsitusi.
"Putusan Rapat Paripurna DPR pada 29 September 2022 memberhentikan Hakim Konstitusi yang berasal dari usulan DPR tersebut menginjak-injak independensi Mahkamah Konstitusi. Karena itu jika jalan pikiran seperti itu diikuti maka Mahkamah Konstitusi diposisikan sebagai pesuruhnya DPR," katanya.
Selain itu, Formappi juga menyoroti pencabutan hakim Mahkamah Agung, Sudrajat Dimyati yang dinilai inkonstitusional dan melanggar undang-undang. Dia menilai anggota DPR bekerja sebatas pencalonan nama hakim konstitusi dan hakim agung, bukan untuk memberhentikan.
"Tugas DPR hanya mengajukan calon hakim konstitusi dan hakim agung, sementara pemberhentiannya hanya karena alasan meninggal dunia, habis masa jabatannya atau telah berumur 70 tahun, melakukan tindak pidana, sakit, dan mangkir dari tugas-tugasnya," katanya.
Baca Juga: NasDem Harap Waspada, Isu Penjegalan Kembali Menerpa Anies Baswedan, Koalisinya Mau Digagalkan!
"Sayangnya, tidak ada mekanisme untuk menghukum DPR jika melanggar konstitusi dan UU, berbeda dengan Presiden yang bisa di-impeach sesuai peraturan perundang-undangan," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Aldi Ginastiar