Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rishi Sunak Itu Antitesis dari Hal-hal yang Digoreng Oleh Politik Kebencian

Rishi Sunak Itu Antitesis dari Hal-hal yang Digoreng Oleh Politik Kebencian Kredit Foto: Reuters/Henry Nicholls
Warta Ekonomi, London -

Tepat ketika penyakit prasangka rasial yang akut menghinggapi banyak bagian dunia sehingga mencampakkan inklusivitas dan toleransi, Inggris memilih seorang pemimpin dari kalangan minoritas, Rishi Sunak.

Memang bukan dari sistem pemilihan langsung, naik berkuasanya Rishi Sunak sungguh angin segar untuk masyarakat inklusif dan tatanan demokrasi yang meninggikan persamaan dan kesetaraan, bukan semata bersandar kepada mayoritas karena kesamaan ras, agama, suku, dan sejenisnya.

Baca Juga: Orang Inggris akan Tagih Janji Rishi Sunak, Apa Itu?

"Sungguh tonggak terobosan dan itu penting," kata Presiden Amerika Serikat Joe Biden menanggapi kemenangan Rishi Sunak.

Biden tak berlebihan karena keterpilihan Sunak memang tonggak bersejarah, terlebih bagi dunia yang sudah terlalu bising suara-suara yang membelah masyarakat karena lebih mementingkan asal suku dan etnisnya.

Rishi Sunak adalah antitesis untuk apa yang terjadi di Italia, Swedia, dan sudut-sudut Eropa lainnya yang digoreng oleh politik kebencian karena suku, agama, ras, dan aliran.

Atmosfer politik yang busuk seperti itu terjadi di mana-mana, termasuk di Amerika Serikat yang awal November nanti menggelar pemilu sela untuk memilih anggota DPR dan sebagian anggota Senat, dan sudah dipanaskan oleh kampanye-kampanye yang memuat ujaran kebencian.

Cara Sunak naik berkuasa pun terlihat indah karena bukan saja menguatkan predikat Inggris sebagai negeri toleran yang meninggikan inklusivitas dan kesetaraan, melainkan juga dibarengi oleh sikap dua pesaingnya yang tampak sengaja memberi jalan kepada Sunak yang berdarah India ini untuk memimpin Inggris.

Awal Juli lalu, Sunak kalah dalam pemungutan suara dalam Partai Konservatif yang menguasai parlemen Inggris, ketika mereka tengah mencari pengganti Boris Johnson yang dipaksa mundur dari jabatan Perdana Menteri karena mosi tak percaya di dalam partai ini.

Sunak mendapatkan dukungan besar dari Partai Konservatif di parlemen, namun kalah dalam pemungutan suara tingkat anggota Partai Konservatif sehingga melapangkan jalan Menteri Luar Negeri Liz Truss menjadi pengganti Johnson sebagai Perdana Menteri Inggris.

Namun Liz Truss hanya bertahan 45 hari setelah gebrakan kebijakan ekonominya malah mengguncang pasar modal dan lalu memicu pemberontakan dari dalam Partai Konservatif di parlemen sehingga membuat dia kehilangan mandat untuk kemudian mundur.

Sunak kemudian maju lagi guna mencoba memimpin partainya meski berhadapan dengan Boris Johnson yang mantan Perdana Menteri dan Penny Mordaunt yang pemimpin Majelis Rendah.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: