WE Online, Jakarta - Menghasilkan produk-produk bernilai tambah tinggi untuk keperluan ekspor bukan pekerjaan mudah. Bagaimana mau mengekspor barang kalau untuk kebutuhan dalam negeri saja masih mengimpor? Silakan tengok sektor-sektor industri di mana para penginovasi kelas dunia berada. Di sektor industri teknologi informasi dan komunikasi, misalnya, adakah pelaku bisnis lokal yang head to head dengan Apple, Samsung, atau bahkan sekarang Xiaomi? Memang ada beberapa pemegang merek lokal untuk smartphone, tetapi apakah produk-produknya memang didesain dan dibuat di sini? Hampir semuanya dibuat di luar negeri (Tiongkok). Lihat juga sektor otomotif, adakah pelaku lokal yang sudah mengomersialkan mobil nasional untuk pasar domestik? Sepertinya masih jauh. Di sektor industri produk dan proses, apakah sudah ada pelaku lokal yang membuat alat-alat berat? Tidak terpikirkan.
Memang masih jauh perjalanan untuk menjadi negara pengekspor barang-barang bernilai tambah tinggi. Buktikan saja dahulu untuk menguasai pasar domestik yang sudah dikuasai pelaku asing. Dari mana memulainya? Jika ditanyakan kepada pelaku bisnis, mereka akan memilih jalan kemudahan yang memberikan keuntungan finansial secara cepat. Jika harus membuat sendiri untuk berkompetisi dengan produk asing yang sudah kokoh di pasar, tidak ubahnya bunuh diri.
Di sinilah pemerintah harus hadir guna memberikan stimulasi kepada pelaku bisnis lokal untuk menjadi pembuat yang inovatif. Tentu bukan asal sembarang produk lokal, melainkan produk lokal yang berdaya saing tinggi.
Untuk menuju bangsa pembuat yang inovatif, siapkanlah terlebih dahulu infrastruktur untuk berinovasi. Pendidikan salah satunya. Untuk menjadi penginovasi, diperlukan kemampuan rekayasa, desain, dan manajemen. Untuk urusan rekayasa, silakan lihat kurikulum pendidikan keteknikan di Indonesia, apakah sudah menyiapkan lulusannya untuk berkecimpung di dunia teknik? Apakah lulusannya melakukan reverse engineering? Di sinilah tantangan bagi sekolah-sekolah teknik di Tanah Air. Jangan sampai para lulusannya hanya berpredikat “sastra” teknik, tangannya “bersih” dari praktik eksperimen untuk menghasilkan prototipe berbagai produk.
Tidak hanya dalam merekayasa, kemampuan mendesain juga menjadi keharusan dalam berinovasi. Mulai dari memahami kebutuhan penggunanya sampai memfinalisasi konsep produk yang tepat, di mana para insinyur dapat menggunakannya. Mampu mendesain dan merekayasa perlu dilengkapi dengan kemampuan manajemen dalam mengelola segala sumber daya yang diperlukan untuk merealisasikan karya inovasi.
Selain infrastruktur pendidikan tersebut di atas, membangun iklim inovasi juga memerlukan infrastruktur finansial. Hampir mustahil menghadirkan perusahaan penginovasi tanpa ditunjang oleh institusi-institusi pendanaan khusus untuk penginovasi, apalagi yang masih dalam skala kecil dan menengah. Kehadiran pemerintah dinantikan untuk menyiapkan institusi keuangan yang mengakrabi kiprah para penginovasi.
Menjadi bangsa penginovasi adalah impian setiap bangsa. Namun, hanya bangsa yang bersiap dirilah yang mampu mewujudkan mimpi tersebut. Inovasi bukan sesuatu yang murahan. Siapkanlah terlebih dahulu infrastruktur inovasi, selanjutnya tunggulah. Pintu-pintu berinovasi pun akan terbuka lebar. Sesederhana itu.
Penulis: Ade Febransyah, Ketua Center for Innovation Opportunities & Development, Prasetiya Mulya Business School
Sumber: WE-01/XXVII/2015
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement