WE Online, Jakarta - Adakah bisnis yang berhati mulia? Sulit ditemukan. Less for more menjadi roh dalam berbisnis. Atas nama produktivitas dan efisiensi, mereka mengeksploitasi sumber daya untuk profit yang maksimal. Profit bagus buat keberlangsungan perusahaan. Suatu kenaifan jika dikatakan profit bukanlah yang utama.
Kita semua pantas berterima kasih kepada pelaku bisnis. Kehadirannya sungguh membantu kita dalam berkehidupan. Silakan bertanya, adakah yang ditawarkan oleh mereka yang tidak membantu kemudahan dalam keseharian kita?
Ingin bepergian, ada kendaraan bermotor. Ingin menikmati hiburan, silakan menikmati kotak ajaib, televisi, tablet, atau smartphone. Ingin produktif, silakan bekerja di depan komputer. Ingin memiliki daya tahan tubuh yang tinggi, begitu banyak suplemen untuk dikonsumsi. Ingin berinteraksi sosial, kunjungi saja kafe-kafe. Sebut saja, kita mau apa, pelaku bisnis menyediakannya. Kita punya problem, mereka menawarkan solusi.
Inilah kebaikan mereka buat kita masyarakat pengguna. Akan tetapi, sungguhkah mereka begitu baik buat kita?
Perspektif Berkeputusan
Seperti sudah ditakdirkan bahwa menjadi pelaku bisnis harus bermain di dunia. Mantan evangelis Apple, Guy Kawasaki, bahkan pernah berucap tentang kehebatan bekas perusahaannya "Mencipta layaknya dewa, bekerja layaknya budak".
Tidak ada yang menyangkal kehebatan Apple dalam menghadirkan desain produk yang stylish. Namun, tidak pernah ada yang peduli bagaimana "kejamnya" Apple dalam mengefisienkan seluruh jejaring pasokannya. Keindahan produk Apple sungguh menggembirakan para penggemar setianya. Di belakang layar, para pemasok berada di kursi panas dalam orkestrasi penuh presisi dari Apple. Inventori berlebih, keterlambatan pasokan, dan kegagalan produk harus dieliminasi. Tidak ada kompromi untuk hasil medioker.
Itulah gambaran tipikal dari setiap perusahaan kelas dunia dan kebanyakan lainnya. Kebaikan untuk pelanggan, tetapi "kekejaman" untuk mitra-mitra kerjanya. Kepuasan pelanggan harus dibayar pada proses penuh presisi mengejar efisiensi. Inilah hukum besi dalam berbisnis. Ingin hebat harus berkeringat. Sah saja untuk urusan ini.
Namun, dalam praktiknya, sebagian pelaku bisnis seperti menghalalkan segala cara untuk menjadi baik di depan pelanggannya. Mengeruk isi bumi segila-gilanya, membakar hutan sudah menjadi adiksi demi profitabilitas. Risiko bencana buat lingkungan dan masyarakat tidak lagi menggetarkan jiwa pelakunya. Menekan mitra-mitra bisnis di seluruh dunia adalah hal lumrah. Membeli dengan harga murah, menjual dengan harga setinggi-tingginya untuk mengamankan profit yang tinggi. Bisnis ya tetap bisnis; dijalankan untuk mengejar keuntungan sebesar-besarnya. Pengguna puas, pekerja lemas menjadi keniscayaan. Mengadopsi novel fiksi klasik, pelaku bisnis memiliki kepribadian, yaitu Dr. Jekyll yang baik kepada pelanggan dan Mr. Hyde yang jahat kepada pekerja dan mitra-mitra perusahaan bahkan kepada masyarakat luas dan lingkungan.
Perilaku pelaku bisnis yang berstandar ganda ini dapat dijelaskan oleh hierarki keputusan di bawah ini. Apa pun perusahaannya, pengamanan dan pertumbuhan profit menjadi kondisi yang diinginkan setiap perusahaan. Untuk mencapai profit yang diinginkan, perusahaan dihadapkan pada sekumpulan problem yang dapat merintangi pencapaian profit. Problem utama perusahaan dapat dikategorikan dua saja, yaitu problem dalam urusan discovery dan delivery (Dyer dkk., 2011). Discovery berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam menemukan apa lagi yang berikutnya (what’s next). Perusahaan yang lembam dalam urusan discovery ini akan sulit mempertahankan profitabilitasnya, diasumsikan tingkat persaingan bisnis begitu tinggi. Sementara itu, delivery menjelaskan kemampuan perusahaan dalam menjalankan proses bisnisnya untuk dapat memuaskan pelanggannya.
Menyadari kemampuannya dalam discovery dan delivery, perusahaan akan mencoba mengoptimalkan benefit, cost, opportunity, dan risk (BCOR). Misalnya, ketika perusahaan tertinggal dalam urusan discovery, maka yang bersangkutan akan mencoba memaksimalkan kemampuan dalam delivery. Benefit dan cost dalam jangka pendek akan dimaksimalkan. Perusahaan yang lemah dalam discovery, tidak terlalu perhatian dengan benefit yang bisa diperoleh dalam jangka panjang maupun risiko yang bisa timbul di kemudian hari. Berbeda halnya dengan perusahaan inovatif. Discovery menjadi keharusan. Tingkat kepentingannya tidak kalah dengan urusan delivery. Perusahaan inovatif selalu berorientasi jangka panjang mengingat proses panjang dalam berinovasi. Maka, opportunity di kemudian hari harus diidentifikasi sekarang ini untuk direalisasikan meski dengan cost yang tidak murah. Penginovasi yang berpandangan jauh ke depan juga memikirkan segala kemungkinan risiko yang mungkin terjadi dari inovasinya.
Selanjutnya, berdasarkan kriteria BCOR tersebut, perusahaan akan menentukan pendekatan yang paling efektif dalam memaksimalkan benefit dan opportunity, serta meminimalkan cost dan risk. Berkaitan dengan meminimalkan biaya, misalnya, perusahaan akan tetap menjadi pelaku yang konsisten "baik" (Dr. Jekyll) atau malah tergoda melakukan tindakan "tidak terpuji" (Mr. Hyde) yang justru mendatangkan konsekuensi negatif atau risiko yang begitu mahal bagi perusahaan, masyarakat, dan lingkungan.
Pertentangan Abadi
Menjadi pelaku bisnis yang baik adalah idaman perusahaan apa pun. Sudah banyak bentuk penghargaan diberikan untuk perusahaan berprestasi, dalam kebaikan tentunya. Tidak ada perusahaan yang menolak penghargaan tersebut untuk mereka. Namun, coba bayangkan jika ada pemberian award untuk perusahaan paling tidak manusiawi, paling merusak alam, paling hitam, dan sebagainya. Akankah ada perusahaan yang mau dan bangga menerimanya? Hampir dipastikan tidak ada.
Menyadari pelaku bisnis adalah pemaksimisasi nilai, pertentangan antara menjadi konsisten baik atau sekali-sekali jahat akan selalu ada. Ingin menjadi hijau, tetapi tetap membakar hutan. Ingin menyejahterakan rakyat, tetapi malah menyengsarakan. Ingin menjadi hebat, tetapi tetap bermuslihat. Ingin menjadi penginovasi sosial, tetapi sesungguhnya tetap kapitalis, menjadikan rakyat sebagai faktor produksi yang mau dibayar murah. Ingin berwajah ramah, tetapi tetap berperilaku kejam buat mitra-mitranya.
Menjadi Dr. Jekyll sejati di kalangan pebisnis mungkin seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Bagi perusahaan yang konsisten dalam kebaikan, maksimisasi benefit dan opportunity atau minimisasi cost dan risk bukanlah tanpa batas. Tidak perlu berlebihan. Berkecukupanlah!
Sumber: Majalah Warta Ekonomi Edisi 21
Penulis: Ade Febransyah, Ketua Center for Innovation Opportunities and Development, Prasetiya Mulya Business School.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement