Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menuju Green Ocean, Komitmen dan Kolaborasi Inovasi Dunia Pelayaran Diperlukan

Menuju Green Ocean, Komitmen dan Kolaborasi Inovasi Dunia Pelayaran Diperlukan Kredit Foto: WE
Warta Ekonomi, Jakarta -

Banyaknya polusi di laut (Pollution of the marine environment) mengakibatkan rusaknya ekosistem kehidupan laut maupun kehidupan manusia. Dampak negatif yang muncul akibat polusi di laut seperti biota laut yang tercemar, terancamnya kesehatan manusia, hingga penurunan kualitas lingkungan pesisir.

Ancaman pencemaran tersebut perlu segera mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Semua pihak harus bahu membahu untuk menangani pencemaran laut.

Managing Director PT Inco Global Nusantara sekaligus Penyelenggara Seminar “Towards A Greener Ocean 2022” Tania Ho mengatakan, pencemaran laut umumnya terjadi berasal dari limbah plastik dan emisi dari mesin kapal. Tania mencontohkan, Kota Jakarta yang banyak tercemar sampah. 

Tania pun menyinggung emisi di industri perkapalan yang harus ramah lingkungan berdasarkan peraturan International Maritime Organization (IMO). Menurut Tania, perlu adanya peningkatan penggunaan bahan bakar metanol bagi industri perkapalan untuk mencegah pencemaran udara. 

“Sekarang ini di Indonesia masih belum banyak yang sadar. Ada beberapa yang sudah sadar tapi masih kurang support-nya seperti apakah barang bakarnya sudah tersedia atau belum,” ujar Tania di Jakarta (9/11).

Tania menambahkan, INCO sebagai vendor perusahaan pelayaran membawa semua produk ramah lingkungan untuk agen-agen di Indonesia. Tania menyebutkan, INCO memiliki kepedulian untuk menjaga alam Indonesia.

“Jadi kami membawa produk produk ramah lingkungan ini supaya untuk ke depan generasi kita dan anak cucu kita menikmati green ocean. Karena sekarang kita ini tahu banyak sekali limbah dan emisi dari engine. Seperti Mitsui, kami bawa ke ranah ramah lingkungan yang menggunakan gas dan biofuel,” kata Tania.

“Kita harap ke depannya Indonesia akan lebih banyak yg mendukung dan berpartisipasi dalam industri perkapalan agar terciptanya emisi yang bagus. Tujuan kita sebagai bangsa Indonesia seperti negara Eropa, negara kita green clear,” tambah Tania.

Managing Director Mitsui E&S Asia, T. Sayama menyebutkan, Mitsui E&S Asia menyediakan Bio Fuel dengan pemanfaatan bahan bakar hidrogen dan amonia dalam Marine Maine Engine. Penggunaan Bio Fuel untuk mewujudkan “Nol Karbon dan Transformasi Menjadi Energi Bersih” sebagai solusi ramah lingkungan. 

“Sebagai solusi ramah lingkungan yang diperkenalkan hari ini, yaitu mesin tipe EEXI-EPL #er MC dan EPL POWER, EPL-FI untuk ME Engine, dan kami sebagai pembuat mesin menyediakan data mesin dan performa pemasangan EPL, relevan dokumen ke agen seperti NK Consulting Service,” kata Sayama.

Sayama menambahkan, Mitsui E&S Asia menyediakan penghematan bahan bakar lewat beberapa metode sesuai dengan permintaan pelanggan. Sayama mengatakan, pihaknya sangat senang untuk melayani pelanggan lewat IMCO.

Sementara itu, Technical Departement EKK Eagle Asia Pasific/Kemel, Koshi Kunimitsu juga memaparkan produk mesin kapal yang ramah lingkungan. Koshi menyatakan, pihaknya memiliki produk mesin kapal bernama EX atau aerotyoe yang tak lagi menggunakan oli atau pelumas. 

“Di mana tidak akan adanya leak atau kebocoran sehingga lebih ramah untuk laut, sebenarnya dari Kemel sendiri itu ada bermacam-macam yang menggunakan oli jadi sistem lubricant-nya masih menggunakan oli, cuma untuk produk EX sendiri menggunakan udara. Jadi itu meminimalisir kebocoran oli ke laut,” ujar Koshi. 

Koshi menyebutkan, pihaknya mendorong perusahaan yang masih meenggunakan oli beralih ke penggunaan udara. Dengan begitu, peralihan dari oil seal ke air seal bisa menjadikan industri pelayaran menjadi ramah lingkungan.

Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowner Association (INSA) Sugiman Layanto menyoroti para pelaku industri pelayaran yang sudah mendesain perlengkapan mesin untuk mengurangi jumlah karbon dan emisi. Sugiman menyebutkan, Indonesia sudah berkomitmen agar industri pelayaran nol karbon pada tahun 2060.

“Jadi saya rasa insiatif seperti ini perlu dilakukan supaya industri kita secara keseluruhan bisa kompak agar target ini bisa tercapai. Jadi tantangan paling utama adalah bagaimana kita melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk mewujudkan harapan ini (nol karbon),” kata Sugiman.

Sugiman juga menyinggung soal konversi penggunaan bahan bakar minyak ke listrik yang turut dibahas di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Menurutnya, sudah banyak negara yang mengambil inisiatif untuk konversi energi berupa minyak ke listrik dengan investasi besar.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Sufri Yuliardi
Editor: Sufri Yuliardi

Bagikan Artikel: