Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ini Alasan Kasus Kekerasan Seksual di Kemenkop-UKM Lambat Ditangani

Ini Alasan Kasus Kekerasan Seksual di Kemenkop-UKM Lambat Ditangani Kredit Foto: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kasus kekerasan seksual yang menimpa internal Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop-UKM) tahun 2019 kembali menguak ke publik beberapa waktu terakhir. Menteri Koperasi dan UKM (Menkop-UKM) Teten Masduki menjelaskan, berdasarkan temuan dari tim independen atau majelis kode etik yang baru dibentuk, ditemukan empat alasan kasus ini berlarut-larut.

Pertama, adanya surat penghentian penyidikan atau (SP3) serta adanya kesepakatan perdamaian antara pelaku dan korban. Selain itu, adanya pernikahan antara pelaku dan korban, dalam hal ini pelaku dengan inisial ZPA dan korban ND, hingga hubungan kekerabatan yang baik di lingkungan Kemenkop-UKM.

Baca Juga: Kemenkop-UKM: EFF 2022 Sukses Pertemukan 12 Startup dengan 42 Venture Capital Partners

"Pihak-pihak di internal yang memiliki kekerabatan menghambat proses penerapan disiplin. Kami sudah bentuk majelis kode dan dari tim independen akan menyelusuri secara detail dan cukup untuk bahan majelis etik," kata Menteri Teten dalam konfrensi pers di Kantor Kemenkop-UKM, Jakarta, Senin (28/11/2022).

Teten menekankan, pihaknya tidak menoleransi perilaku kekerasan seksual di lingkungan kerja Kemenkop-UKM. Untuk itu, Menkop-UKM Teten berkomitmen untuk menindak tegas seluruh oknum yang terlibat dalam kasus ini.

Untuk itu, Menkop-UKM menegaskan telah membentuk majelis kode etik yang bersih dari relasi kekerabatan, baik kepada pelaku maupun korban. "Ini sebagai tindak lanjut dari pembubaran majelis kode etik yang sebelumnya tahun 2020," ujarnya.

Nantinya, lanjut dia, majelis kode etik ini akan melakukan evaluasi keseluruhan proses pemberian etik dalam melakukan tindak pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di kemudian hari.

"Kami juga akan membentuk tim internal untuk merespons pengajuan pengaduan dan merumuskan SOP tentang tindak pidana kekerasan seksual serta memastikan adanya confidentiality (jaminan kerahasiaan atau terhadap whistle blower)," tegasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: