Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Samara Land Group Berkomitmen pada Upaya Dekarbonisasi dan Peningkatan Nilai Tambah

Samara Land Group Berkomitmen pada Upaya Dekarbonisasi dan Peningkatan Nilai Tambah Kredit Foto: Samara Land
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mochamad Sidik Darmawan, CEO dan Founder Samara Land Group, mewakili BKK-PII (Badan Kejuruan Kimia Persatuan Insinyur Indonesia) didaulat oleh PT Kilang Pertamina International untuk menjadi moderator di presentasi sejumlah Teknologi Lisensor International dalam mempresentasikan teknologi konversi petrokimia dari bahan baku gas alam, batubara, biomassa, dan recycled plastik.

Sejumlah Lisensor terdepan di dunia refiney, petrokimia, dan dekarbon seperti Haldor Topse, Axens, Thyssen Krups, KBR, UOP, Lummus, dan CLG hadir dalam acara yang digelar oleh Pertamina di Pullman Hotel, Jakarta, 6-7 Desember 2022 tersebut.

Baca Juga: Pertamina Resmi Gunakan Digitalisasi Terintegrasi di Delapan Depot Pengisian Pesawat Udara

"Indonesia berpotensi menjadi negara swasembada energi dan petrokimia di masa depan. Dengan begitu bervariasinya sumber daya alam yang ada, Indonesia berpotensi menjadi negara adi daya dalam 10 tahun mendatang," jelas Sidik Darmawan, dikutip dari siaran pers yang diterima, dikutip Jumat (9/12).

Pertamina mencatat bahwa Indonesia masih memiliki 31,6 miliar ton cadangan batubara, terbukti 137 juta ton per tahun potensi biomassa, 143 TSCF gas alam, 40 juta ton per tahun CPO, dan 64 juta ton sampah plastik. Semuanya berbasis karbon sehingga terobosan teknologi diperlukan untuk memaksimalkan potensi karbon tersebut menjadi bahan kimia bernilai tambah tinggi di tengah adanya isu dekarbonisasi.

"Sangat disayangkan jika Indonesia yang memiliki sejumlah sumber daya karbon baik fosil maupun nabati harus terus tergantung pada impor bahan bakar fosil dan petrokimia. Alhamdulillah Pertamina sebagai perusahaan energi sudah sangat menyadari potensi besar sumber daya Indonesia dan memprosesnya untuk menggantikan ketergantungan bahan impor tersebut," jelas Sidik.

Dia menegaskan, tinggal dibutuhkan bagaimana melakukan gebrakan pada ranah pemrosesan bahan baku petrokimia untuk menekan impor dan menyejahterakan rakyat di sekitar sumber bahan bakunya.

"Di industri batubara contohnya, jarang sekali rakyat yang tinggal di daerah penambangan mendapatkan benefit kesejahteraan karena selama ini batubara harus diekspor ke luar daerahnya. Hadirnya industri Coal to Petrochemicals tentunya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat sekaligus menekan impor bahan kimia dan tentunya mengurangi defisit current account," jelasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: