Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bikin Tenang, Kemungkinan Indonesia Resesi di 2023 Cuma 2 Persen

Bikin Tenang, Kemungkinan Indonesia Resesi di 2023 Cuma 2 Persen Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

IMF memperkirakan hingga tahun 2023 terdapat 34,4% kontributor GDP global yang mengalami resesi ekonomi, sejalan dengan pemangkasan pertumbuhan ekonomi di berbagai negara tahun 2023. Tingkat inflasi tahun 2023 diperkirakan akan bergerak menurun, namun nilainya masih cukup tinggi.

Namun, dibalik gejolak perekonomian global tersebut, Indonesia sebagai negara berkembang justru mencatatkan kinerja impresif sebesar 5,72% (yoy) pada kuartal III 2022, lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya yang tumbuh mencapai 5,44%. Baca Juga: Siap-siap! Ekonom Senior Aviliani Ungkap 5 Tantangan Ekonomi RI pada 2023

"Ini artinya pertumbuhan ekonomi tahunan meningkat secara persisten selama empat kuartal berturut-turut dengan tumbuh di atas 5%," Chief Economist BRI Anton Hendranata saat acara Principals & Agents Conference 2022 yang dikutip di Jakarta, Selasa (13/12/2022).

Dengan pencatatan pelemahan ekonomi, tingkat inflasi yang naik signifikan dan tingkat pengangguran yang naik di Amerika Serikat, peluang resesi yang dihadapi negara adidaya tersebut semakin besar. Resesi yang seakan mendekat di penghujung tahun 2022 ini membuat domino effect terhadap negara-negara lain.

Namun, menurut Anton, kemungkinan negara Eropa akan ikut resesi lebih besar dibandingkan dengan negara berkembang yang hanya melambat. Melalui analisis dari Chief Economist BRI tersebut, berdasarkan Markov Switching Dynamic Model, probabilitas resesi Indonesia hanya sebesar 2% di tahun 2023 ketika AS mengalami resesi.

"Hal tersebut karena perekonomian Indonesia ditopang sangat kuat oleh permintaan domestik. Selain itu, pasar finansial dan valas Indonesia saat ini cenderung lebih robust dari gejolak eksternal dibandingkan masa lalu," pungkasnya.

Walau diprediksikan akan tetap melambat, perekonomian Indonesia tetap cenderung kuat dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini pun terefleksikan pada sektor properti, dimana sektor properti terus tumbuh dengan penjualan properti residensial pada triwulan III/2022 tumbuh sebesar 13,58 % (year-on-year/yoy).

Sementara itu, Country Director of Ray White Indonesia Johann Boyke Nurtanio, menyampaikan bahwa penjualan dan penguasaan pasar semakin dominan. Sejak kuartal kedua tahun 2022, Ray White telah meresmikan 6 kantor baru. Hal ini dipercaya Johann Boyke sebagai musim yang baik dengan awal tahun depan yang baik. Ray White siap merangkul peluang di dekade yang akan datang. Baca Juga: BI Yakin Perpanjangan Kebijakan DP 0 Persen Pacu Kinerja Properti di 2023

Hingga saat ini pun, pemerintah masih terus memberikan berbagai stimulus untuk sektor properti. Diantaranya, yaitu perpanjangan pelonggaran Loan-To-Value (LTV) atau DP hingga 0 persen untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan pembiayaan properti. Perpanjangan pelonggaran LTV juga dibarengi dengan perpanjangan financing to value (FTV) hingga 31 Desember 2023.

“Mulailah mengambil perubahan dan beradaptasi dengan keadaan saat ini. Ingat bahwa the best business change before they need to. Bisnis terbaik berubah dan beradaptasi sebelum mereka diperlukan. Semakin kita dapat menyesuaikan dengan keadaan saat ini, maka semakin baik pula kemampuan kita untuk berkembang dan membaca situasi pasar," tutur Johann Boyke Nurtanio.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: