Tunggang-langgang Beri Kepastian Penegakan HAM Tak Buram dalam KUHP Berselimut Kontroversi
Padahal, kata Anis, peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu terbukti adanya beserta para korban dalam kejadian tersebut. Selain itu, Anis juga menuturkan hukuman yang dikenakan para pelaku yang dinilai tidak memiliki efek jera.
"Maksimal penghukuman itu hanya 20 tahun, sehingga sifat kekhususan (extra ordinary crime) dari delik perbuatan pelanggaran HAM yang berat telah direduksi oleh tindak pidana biasa. Sehingga harapan atau cita-cita hukum untuk menimbulkan efek jera (aspek retributif) maupun ketidakberulangan menjadi tidak jelas," jelas Anis.
Baca Juga: Pasal Kontroversial KUHP Bikin Amerika dan Australia Gerah, Uni Eropa Kasih Respons Santai
Anis menilai RKUHP bisa melemahkan bobot kejahatan pelanggaran HAM berat, termasuk di dalamnya peristiwa-peristiwa genosida. Dia khawatir RKUHP berkonsekuensi mengubah kejahatan luar biasa menjadi biasa.
Amnesty International Indonesia
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai tidak berlebihan jika menyebut pemenuhan HAM tahun depan menjadi ujian yang sangat berat. Hal tersebut dia ungkap berdasarkan KUHP yang disahkan di atas kontroversi pasal yang dinilai bermasalah.
Menurut Usman, KUHP yang baru saja disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah berpotensi mencoreng penegakan hukum dari pelanggaran HAM di Indonesia. Bukan hanya itu, dia juga menilai KUHP berpotensi mencoreng reputasi Indonesia di mata dunia.
"Kita tahu bahwa hukum pidana yang baru bukan hanya mencoreng situasi penegakan hukum hak asasi manusia di Tanah Air, di tingkat nasional, tetapi juga telah mencoreng reputasi Indonesia di mata dunia," papar Usman dalam konferensi persnya di Kantor Amnesty International Indonesia, Jumat (9/12/2022).
Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK)
Senada dengan Amnesty, Presidium Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK), Maria Catarina Sumarsih menilai penegakan hukum dan HAM di Indonesia sulit untuk diharapkan. Pasalnya, dia menyebut undang-undang pengadilan HAM yang sampai saat ini masih menjadi hukum yang positif.
"Oleh karena itu, masalah pelanggaran HAM berat seharusnya segera diselesaikan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam undang-undang pengadilan HAM," kata Sumarsih dalam konferensi persnya di Kantor Amnesty International Indonesia, Jumat (9/12/2022).
Baca Juga: Cegah Penyebaran Hoaks, Kominfo Ajak Penyuluh Informasi Publik Aktif Sosialisasikan KUHP Baru
Oleh sebab itu, dia meminta Komnas HAM agar tetap konsisten agar terus memperjuangkan penyelesaian pelanggaran HAM berat. Dalam hal ini dia juga meminta agar Komnas HAM mampu mendesak Jaksa Agung menggunakan pasal 21 ayat 3.
"Jadi masalah penyelesaian pelanggaran HAM berat sebenarnya tidak buntu, tinggal tergantung dari kemauan pemerintah, mau diselesaikan secara sesuai undang-undang berlaku ataupun diupayakan agar diselesaikan melalui penyelesaian di luar hukum," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: