Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Akhirnya Belanda Ngaku Bersalah Soal Perbudakan 250 Tahun di Masa Lalu

Akhirnya Belanda Ngaku Bersalah Soal Perbudakan 250 Tahun di Masa Lalu Kredit Foto: Reuters/Kai Loyens

Rutte, dalam pembelaannya, mengatakan bahwa untuk memilih momen yang tepat adalah 'masalah yang rumit'. Tidak ada satu pun waktu yang tepat untuk semua orang, katanya.

Perbudakan secara resmi dihapuskan di semua wilayah luar Belanda pada tanggal 1 Juli 1863, menjadikannya sebagai salah satu negara terakhir yang melarang praktik tersebut. Namun, butuh satu dekade tambahan bagi mereka untuk mengakhiri perbudakan di Suriname karena masalah masa transisi wajib 10 tahun.

PM Sint Maarten, salah satu dari empat negara konstituen yang membentuk Kerajaan Belanda di Karibia, mengatakan kepada media Belanda bahwa negaranya tidak akan menerima permintaan maaf Amsterdam, sampai komite penasihat pulau itu membahasnya dan mendiskusikannya.

"Kami telah menunggu selama beberapa ratus tahun untuk mendapatkan keadilan reparatoris yang sebenarnya. Kami percaya bahwa kami dapat menunggu lebih lama lagi," tambah seorang aktivis Sint Maarten, Rhoda Arrindell.

Kritikan juga dilayangkan Roy Kaikusi Groenberg dari Yayasan Kehormatan dan Pemulihan, sebuah organisasi Afro-Suriname Belanda. Menurut mereka, Belanda tidak menyediakan konsultasi yang cukup dengan para keturunan korban perbudakan, menyebut penanganan pemerintah Belanda atas persoalan ini sebagai masalah ini sebagai 'sendawa neokolonial'.

Sejarawan memperkirakan bahwa pada puncak kerajaan abad ke-16 hingga ke-17, pedagang Belanda mengangkut dengan kapal hingga 600ribu orang Afrika yang diperbudak ke koloni Amerika Selatan dan Karibia seperti Suriname dan Curacao, dan jumlah yang sama atau bahkan lebih ke Afrika Selatan dan Hindia Timur, yang dalam masa modern disebut Indonesia. 

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: