Minta Maaf Atas Perbudakan di Masa Lalu, Guru Besar UI Sebut Masih Ada Satu Utang Belanda ke Indonesia
Permintaan maaf Belanda Senin (19/12/2022) muncul di tengah pertimbangan ulang yang lebih luas tentang masa lalu kolonial negara itu. Itu termasuk upaya untuk mengembalikan karya seni yang dijarah, dan perjuangannya melawan rasisme saat ini.
"Benar bahwa tidak seorang pun yang hidup hari ini menanggung kesalahan pribadi atas perbudakan, namun Belanda memikul tanggung jawab atas penderitaan luar biasa yang telah dilakukan terhadap mereka yang diperbudak dan keturunan mereka," kata Rutte dalam pidatonya di Arsip Nasional Den Haag.
Rutte mengakui bahwa menjelang pengumuman pemerintah Belanda mengirimkan perwakilan ke Suriname, serta pulau-pulau Karibia yang tetap menjadi bagian dari Kerajaan Belanda dengan berbagai tingkat otonomi, seperti Curacao, Sint Maarten, Aruba, Bonaire, Saba dan Sint Eustatius.
Permintaan maaf Belanda juga menyusul kesimpulan dari panel penasehat nasional yang dibentuk setelah pembunuhan George Floyd di Amerika Serikat (AS) pada 2020. Panel tersebut mengatakan partisipasi Belanda dalam perbudakan adalah kejahatan terhadap kemanusiaan yang pantas mendapatkan permintaan maaf resmi dan reparasi keuangan.
Baca Juga: Singkirkan Belanda, Argentina Jumpa Kroasia di Semifinal
Sejauh ini, Belanda masih menolak untuk mengeluarkan biaya reparasi atas tindakannya di masa lalu itu. Namun, Amsterdam telah menyiapkan hingga 200 juta euro (Rp3,1 triliun) untuk biaya pendidikan.
Sejarawan memperkirakan bahwa pada puncak kerajaan abad ke-16 hingga ke-17, pedagang Belanda mengirim hingga 600 ribu orang Afrika yang diperbudak ke koloni Amerika Selatan dan Karibia seperti Suriname dan Curacao. Beberapa juga disebut dikirimkan ke Afrika Selatan (Afsel) dan Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: