Jumat (30/12/22) lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) No. 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja. Berdasarkan putusan Mahkamah Konsitusi, Undang-undang Cipta Kerja dinyatakan cacat secara formil pada 25 November 2022 lalu.
Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Netty Prasetiyani Aher, menuturkan, ada beberapa catatan terkait putusan Mahkamah Konsitusi terkait Perppu No. 2 Tahun 2022. Pertama, katanya, UU tersebut dinyatakan tidak berdasar pada cara dan metode yang pasti.
Baca Juga: Tak Rela Ada Perppu Cipta Kerja, Anggota DPD Usulkan Pemakzulan Jokowi: Peringatkan Presiden!
Kedua, terjadinya perubahan penulisan beberapa substansi pascapersetujuan bersama DPR dan Presiden. Ketiga, bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Keempat, untuk menghindari ketidakpastian hukum dan dampak lebih besar yang ditimbulkan.
Dia menegaskan, lebih elok pemerintah melakukan perbaikan dahulu pada UU Cipta Kerja yang dinilai inkonstitusional. Netty menuturkan, penerbitan Perppu No. 2 tahun 2022 adalah tindakan arogan yang dilakukan pemerintah.
"Eloknya ini dulu yang diperbaiki sehingga status UU Cipta Kerja yang masih inkonstitusionalitas bersyarat itu bisa berubah. Jangan justru arogan dengan menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja," kata Netty dalam keterangan tertulisnya, Senin (2/1/2023).
Netty menilai, penertiban Perppu Cipta Kerja hanya akal-akalan pemerintah untuk mengelabui keputusan Mahkamah Konsitusi yang meminta UU tersebut diperbaiki dalam waktu dua tahun.
"Ini hanya akal-akalan pemerintah buat menelikung keputusan MK yang meminta agar UU Cipta Kerja diperbaiki dalam waktu dua tahun. Kenapa diminta untuk diperbaiki? karena UU tersebut dianggap cacat secara formil," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Advertisement