Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hadapi Tahun Kegelapan? Nggak Usah Khawatir, Ikuti 4 Jurus Jitu ini

Hadapi Tahun Kegelapan? Nggak Usah Khawatir, Ikuti 4 Jurus Jitu ini Kredit Foto: Pexels/Sora Shimazaki
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mengawali tahun baru 2023, pelaku bisnis menyambut era pasca-pandemi yang ditandai dengan pencabutan kebijakan PPKM baru-baru ini. Meski dihadapkan oleh ancaman resesi global, tren pemulihan ekonomi di Indonesia diprediksikan cenderung stabil. Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia menguat di tahun 2023 pada kisaran 4,5-5,3 persen sebelum meningkat menjadi 4,7-5,5 persen di tahun 2024 karena peningkatan konsumsi swasta, investasi, dan kinerja ekspor yang baik.

Di tahun 2022, ekonomi Indonesia tumbuh pada tingkat tercepatnya selama lebih dari satu tahun, dengan PDB Indonesia  yang mengalami peningkatan hingga 5,72 persen pada kuartal ketiga. Meski prospek perekonomian Indonesia pada tahun 2023 cukup menjanjikan, pelaku bisnis tetap perlu waspada di tahun yang penuh kegelapan tersebut. Baca Juga: Ekonom Umumkan Ramalan 2023 yang Suram, Siap-siap Pegangan!

CEO SIRCLO Group Brian Marshal memaparkan, lanskap bisnis Indonesia harus mengantisipasi beberapa tantangan di tahun 2023 karena faktor-faktor seperti inflasi, suku bunga yang lebih tinggi dan rantai pasokan global yang terganggu.

"Pemahaman atas keadaan tersebut perlu dimiliki oleh setiap pelaku usaha dalam mempersiapkan bisnisnya di tahun yang baru ini," katanya dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta, Kamis (5/1/2023).

Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha dalam iklim ini; diantaranya adalah kebutuhan untuk mengadopsi solusi bisnis yang bersifat holistik. Untuk mampu bertahan dan berkembang seterusnya, pelaku bisnis dapat berfokus pada diversifikasi sumber produk, penilaian biaya, dan digitalisasi.

Di bawah iklim ekonomi yang tidak menentu ini, SIRCLO memaparkan beberapa praktik bisnis terbaik untuk pertumbuhan jangka panjang agar pemilik usaha di Indonesia dapat mempersiapkan diri dengan tangguh. Berikut di antaranya:

1. Melihat gambaran besar perekonomian Indonesia pasca-pandemi

Dalam memperkuat fondasi perekonomian Indonesia, sangatlah penting untuk membangun  ketahanan bisnis terhadap tekanan industri yang berskala besar maupun kecil. Pelaku bisnis perlu melihat gambaran besar saat menghadapi perekonomian Indonesia pasca-pandemi. Untuk beradaptasi dengan perubahan kebutuhan konsumen, pola konsumsi, dan situasi ekonomi, pelaku bisnis dapat mengembangkan strategi bisnis baru yang fokus pada pertumbuhan jangka panjang serta menghindari tindakan dramatis seperti lonjakan harga mendadak sebagai respons terhadap inflasi atau resesi.

2. Tidak mengabaikan penjualan yang bervolume kecil

Konsumen yang berkecukupan secara finansial cenderung memiliki daya beli yang tinggi, sehingga bisnis pun pada umumnya menyasar segmen konsumen tersebut untuk menghasilkan penjualan dan keuntungan bervolume tinggi. Terlepas dari fakta tersebut, mengabaikan penjualan bervolume kecil bisa menjadi kesalahan besar karena sebagai mesin perekonomian negara, sebagian besar UMKM menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari. Hampir semua lapangan kerja negara—97 persen—disediakan oleh 63 juta UMKM yang menyumbang lebih dari 60% dari PDB. Maka dari itu, penting bagi pelaku bisnis untuk tidak kehilangan fokus pada penjualan yang bervolume kecil.

3. Kurangi biaya produksi dan tingkatkan penjualan

Penurunan harga produk bisa menjadi solusi untuk meningkatkan keuntungan dengan mengurangi biaya produksi dan menetapkan harga pasar. Dengan menurunkan harga secara bertahap sambil mempertahankan margin keuntungan yang didapatkan dari setiap penjualan, pelaku bisnis dapat meningkatkan pangsa pasar mereka. Baca Juga: Hampir 10% Harga Minyak Dunia Merosot, Analis Ramalkan Situasi di 2023

Keunggulan komparatif atau biasa disebut dengan Comparative Advantage merupakan teori ekonomi yang dapat digunakan sebagai alat untuk memodifikasi sistem produksi untuk daya saing. Suatu negara mampu mencapai keunggulan komparatif ketika negara tersebut menghasilkan komoditas atau jasa dengan biaya peluang yang lebih rendah dibandingkan dengan negara lain. Teori ini memungkinkan pelaku bisnis untuk menawarkan barang dan jasa dengan biaya lebih rendah daripada para pesaingnya, sehingga margin keuntungan dapat ditingkatkan.

4. Perbanyak kolaborasi dan kemitraan

Di masa pasca-pandemi, kolaborasi dan kemitraan dapat menjadi kunci untuk mengatasi tantangan yang dihadapi lintas industri. Kolaborasi dan kemitraan yang erat antar pelaku bisnis menjadi semakin relevan di pasar yang terfragmentasi seperti Indonesia. Di era digital, kolaborasi bisnis merupakan langkah strategis yang bijak karena dapat mempengaruhi kinerja positif perusahaan secara signifikan. Dengan demikian, kolaborasi dan kemitraan juga menjadi faktor pendukung yang sangat baik bagi kesuksesan bisnis di sektor digital Indonesia.

“Dengan pergerakan ekonomi dunia yang cepat, sebagai pelaku bisnis kita terus dihadapkan dengan pilihan untuk bergerak maju atau berisiko untuk tertinggal. Definisi sukses pun telah mengalami perubahan seiring berjalannya waktu. Melihat kondisi tersebut, SIRCLO berkomitmen untuk memaksimalkan potensi dari setiap pelaku usaha melalui ragam solusi yang ditawarkan. Harapannya, kami dapat mendukung bisnis dari berbagai skala untuk menjadi tangguh dan relevan dalam menghadapi masa depan yang tidak terduga,” tutup Brian.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Advertisement

Bagikan Artikel: