Perkiraan biaya yang diperlukan untuk pengembangan Lapangan Hidayah antara lain terdiri dari biaya investasi di luar sunk cost yang diperkirakan sekitar 926 juta dolar AS, biaya operasi termasuk PBB sampai lapangan mencapai economic limit sebesar sekitar 1,99 miliar dolar AS, dan biaya Abandonment and Site Restoration (ASR) sebesar sekitar 201 juta dolar AS.
“Masuknya investasi seperti ini merupakan bukti bahwa industri hulu migas Indonesia masih menarik di mata investor. Tinggal bagaimana kita sama-sama bekerja menciptakan iklim investasi yang kondusif,” ungkapnya.
Dengan disetujuinya POD I Lapangan Hidayah, kegiatan pembangunan fasilitas produksi dapat segera dilakukan. Diharapkan lapangan ini akan mulai berproduksi (onstream) pada awal tahun 2027 dengan tingkat produksi saat itu pada kisaran 8.973 barrel oil per day (BOPD).
Lapangan ini akan mencapai puncak produksi pada tahun 2033 dengan kisaran produksi 25.276 BOPD. Lapangan ini diperkirakan akan aktif berproduksi selama 15 tahun (2027-2041). Dalam kurun waktu tersebut, lapangan ini diperkirakan akan memberikan kontribusi penerimaan Negara sebesar 2,1 miliar dolar AS atau setara dengan sekitar Rp31 triliun.
“Kami berharap semua pemangku kepentingan dapat memberikan dukungan sepenuhnya atas pengembangan Lapangan Hidayah sehingga kontribusi-kontribusi yang kami perkirakan tersebut dapat segera terwujud,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement