Manfaatkan Pidato HUT PDIP, Pakar: Ada yang Mau Benturkan Megawati dan Jokowi, Apa Iya?
“Laiknya dalam keluarga, bisa lebih terbuka dalam berbicara. Pesan sebagai keluarga besar adalah ciri khas Bu Mega untuk membangun internal political market dan militansi para kader. PDIP termasuk salah satu partai yang dengan political ID atau identitas politik yang paling kuat. Itu berkat kekuatan mesin politik internal yang dibangun Bu Mega selama bertahun-tahun,” urai Haryadi.
Cara berpolitik demikian sudah terbukti membuahkan hasil. Haryadi menjelaskan faktor yang membuat PDIP berhasil di Pemilu 1999. Selanjutnya Pemilu 2004 dan 2009, PDIP gagal bahkan terlempar keluar dari kekuasaan. Berikutnya lagi, pada Pemilu 2014 dan 2019, PDIP merebut kembali kekuasaan. Kemenangan Pileg dan sekaligus Pilpres pada 2014 dan 2019 itu, merupakan rekor baru dalam politik kepemiluan di Indonesia. Faktor penentu kemenangan dua kali berturutan itu adalah karena PDIP beruntung memiliki dua figur role model sekaligus, yaitu Megawati dan Jokowi.
Baca Juga: Dapat Restu Jokowi, Loyalis Megawati Sudah Bisa Menebak Siapa Jagoannya PDIP: Sudah Tahulah...
“Kekuatan dua figur ini menjadi perekat identitas partai yang begitu kuat. Sekaligus menjadi penentu kemenangan PDI Perjuangan secara berturutan. Betapa potensi kekuatannya secara kelembagaan diperlemah oleh pemberlakuan sistem Pemilu proporsional terbuka,” urai Haryadi.
Haryadi mengajak semua pihak menelaah lebih dalam bahwa pidato Megawati menguatkan penting posisi Jokowi dalam point of view. Menurut Haryadi, hal itu terbukti dalam isi pidato Megawati di HUT lalu. Dia menyebut bagian pidato yang dimaksud adalah begini.
"Sudah jelas kita ini adalah organisasi partai politik. Organisasi itu datangnya dari organ. Badan kita ini semua juga terdiri dari organ. Ketua umum adanya di mana? Pak Jokowi sebagai presiden di mana? Di sini 'kepala', memikirkan rakyat. Kalau Pak Hasto di mana? Di sini (tunjuk dahi)," kata dia.
Haryadi menyatakan Megawati selalu menyampaikan pikirannya kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
“Bu Mega menempatkan Presiden Jokowi di tempat tertinggi partai dalam kesatuan gerak dalam memikirkan dan memperjuangkan nasib rakyat. Tak ada subordinasi. Dan sama seperti tubuh, kepala tak lebih penting dari tangan atau kuku sekalipun. Tak ada keindahan organ tubuh, jika hanya ada kepala tanpa tangan dan kuku. Bu Mega jelas ingin mengatakan bahwa akar rumput partai dan masyarakat sama pentingnya dengan dirinya maupun dengan Presiden Jokowi dalam kesatuan tubuh bernama Indonesia,” urai Haryadi.
Oleh karena itu, menurut dia, bijak memaknai agar kepentingan yang terbungkus dalam falsifikasi pemaknaan dalam komunikasi politik tidak mendapatkan tempat dalam upaya memecah PDI Perjuangan dan Presiden Jokowi. Haryadi menyarankan semua pihak pihak meletakkan setiap kalimat dalam konteksnya.
“Jangan memenggal tanpa konteks. Kecuali pemenggalan itu sengaja dilakukan untuk motif dan kepentingan politik nakal,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Lestari Ningsih
Tag Terkait:
Advertisement