WE Online, Jakarta - Inovasi mudah, yang sulit menjualnya!
Ya, ada yang melihat inovasi seperti pernyataan di atas. Hal ini mungkin berasal dari kenyataan banyaknya produk hebat, tetapi gagal di pasar. Lihat saja, Google Glass, yang diperkenalkan Google tiga tahun lalu. Dengan segala keunggulan kemanfaatan buat penggunanya, tetap saja tidak berhasil merangkul massa pengguna secara masif. Lihat juga mobil listrik keren dan futuristik besutan Tesla. Apa lagi yang kurang? Namun, performa penjualannya masih saja belum menggembirakan.
Produk superior, berteknologi canggih, begitu inovatif, tetapi lesu peminat. Padahal mengembangkannya bukanlah pekerjaan sembarangan. Ada sintesis teknologi termaju di dalamnya. Membutuhkan apresiasi yang tinggi terhadap proses panjang berinovasi. Sungguh tidak mudah menjalaninya. Inovasi bukanlah untuk pelaku bisnis kebanyakan.
Tahapan Penemuan Ide
Inovasi yang hebat berangkat dari ide inovasi yang juga hebat. Itulah keyakinan dari sebagian besar penginovasi dan kebanyakan literatur inovasi. Dan, satu ide yang hebat berasal dari begitu banyak ide yang juga tidak kalah hebat. Dan, ide-ide hebat tersebut bukanlah sesuatu yang diperoleh secara acak. Ide inovasi harus diupayakan, tidak gratis.
Silakan saja bereksperimen. Kumpulkanlah orang-orang dari berbagai latar belakang pekerjaan dan pendidikan. Selanjutnya, persilakan mereka memikirkan terobosan apa lagi untuk membantu para penderita sciatica (saraf kejepit) karena adanya gangguan postur pada tulang belakang. Jelas ini bukan pekerjaan orang kreatif kebanyakan. Ini sudah menjadi domainnya para ahli tulang (belakang), ahli saraf, dan ahli medis lainnya. Terobosan baik berupa obat baru maupun metode baru memerlukan keilmuan spesifik dari segelintir ahli.
Sekarang coba lihat problem dari korban kecelakaan lalu lintas yang mengalami perdarahan hebat. Adakah terobosan berupa zat baru yang dapat menghentikan dengan cepat perdarahan tersebut? Lagi-lagi, serahkan soal itu kepada ahlinya. Dalam hal ini, ide besar inovasi tidak datang dari segala penjuru. Untuk kasus seperti ini, hanya mereka dengan latar belakang tertentu saja yang dapat menemukan ide inovasi.
Dua ilustrasi di atas menggambarkan bahwa untuk science/technology push innovation, proses pencarian ide inovasi sudah begitu kaku. Hal yang berbeda terjadi untuk inovasi yang digerakkan pasar (market pull innovation). Input dari orang-orang kreatif dari berbagai latar belakang kehidupan kadang diperlukan. Lihat saja kiprah Beats Electronics dengan produk-produk headphone dan speaker yang mendunia. Di belakangnya ada pendiri yang juga rapper Andre Young (terkenal dengan nama Dr. Dre). Jelas, para rapper ini tidak menguasai teknik fisika untuk menghasilkan suara yang berkualitas. Mereka hanya piawai dalam memahami apa yang diinginkan penikmat musik dari sebuah produk audio. Berdasarkan tuntutan pasar, Beats Electronics mengerahkan para insinyurnya untuk bereksperimen menghasilkan produk audio berkualitas. Lebih dari itu, keberadaan Dr. Dre sebagai ikon dunia musik hip-hop memberikan nilai lebih terhadap produk-produk Beats Audio.
Jadi terlihat, apakah menghasilkan produk yang technology/science push maupun yang market pull, penginovasi adalah pengguna dan penyintesis berbagai invensi teknologi. Perbedaannya, untuk inovasi yang didorong oleh invensi teknologi, ide inovasi datang dari intellectual property hasil R&D. Adapun pada inovasi yang bersifat market pull, invensi teknologi lebih merupakan enabler. Ide inovasinya bisa datang dari siapa saja. Siapa pun yang memahami problem dari masyarakat pengguna, dapat tampil sebagai penemu ide inovasi. Contohnya, siapa pun yang benar-benar berempati terhadap pasien di pusat layanan kesehatan, dapat menjadi penggagas inovasi layanan untuk rumah sakit. Siapa pun yang berempati terhadap masyarakat pengguna layanan publik, dapat menjadi penemu what’s next untuk layanan publik.
Penemuan ide inovasi bukanlah pekerjaan sembarangan. Berangkat dari ide yang salah, sebagus apa pun upaya komersialisasi inovasi nantinya, akan sulit mendatangkan kesuksesan. Perlu apresiasi terhadap pentingnya R&D untuk inovasi berbasis iptek. Perlu kedalaman empati terhadap masyarakat untuk inovasi berasal dari tuntutan pengguna.
Tahapan Realisasi Ide
Setelah mendapatkan ide inovasi yang tepat, tantangan berikutnya bagi penginovasi ialah bagaimana mengonversi ide tersebut menjadi sebuah konsep produk yang tepat. Misalnya, ide inovasi untuk mengembangkan mobil listrik nasional. Berbagai prototipe mobil listrik karya sendiri sudah diperkenalkan. Secara fungsionalitas memang sudah menjanjikan untuk ukuran prototipe awal.
Tantangan berikutnya ialah memfinalisasi konsep produk yang tepat untuk penggunanya. Tepat secara performa, keandalan, kemudahan penggunaan, ergonomis, keindahan, dan banyak lagi. Inilah tantangan berat penginovasi. Harus mampu menghadirkan konsep produk yang memenuhi aspek fungsional dan emosional secara tepat bagi masyarakat penggunanya. Di tahapan inilah, penginovasi sering kali menemukan kesesatan. Lanskap pencarian konsep diawali dengan ketidakjelasan yang tinggi.
Berbagai praktik inovasi terbaik menunjukkan pencarian konsep terbaik dilalui secara eksperimental. Prinsip two heads are better than one menjadi pegangan. Inovasi bukanlah pekerjaan jenius penyendiri. Pekerjaan inovasi membutuhkan tim pengembang produk yang multidisipliner. Praktik concurrent engineering, duduk bersama dalam mengonsepkan produk inovatif, menjadi pilihan. Tujuannya jelas, menghasilkan konsep inovasi yang siap direalisasikan dan dikomersialkan. Lagi-lagi, bukan pekerjaan sembarangan untuk mendapatkan konsep inovasi yang tepat.
Bagi pelaku bisnis yang ingin memasuki jagat inovasi, mulailah dengan mengapresiasi proses berkeringat dalam berinovasi. Inovasi harus dilihat sebagai solusi atas problem yang ada di masyarakat. Tujuan berinovasi pun menjadi sederhana, solving the right problem right! Menemukan ide inovasi yang tepat, menghadirkan konsep inovasi yang tepat, dan merealisasikannya dengan tepat adalah perjalanan panjang berinovasi. Dan, ketika itu semua dilakukan, tunggulah imbalannya. Inovasi yang tepat akan mampu menjual dirinya sendiri!
Penulis: Ade Febransyah, Ketua Center for Innovation Opportunities & Development, Prasetiya Mulya Business School.
Sumber: WE-03/XXVII/2015
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement