Kasus Morowali dan Papua: Rakyat Terancam, Tapi Elite Negara Sibuk Berpolitik?
Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat mengkritik kelompok elite negara yang terlalu sibuk berpolitik dan abai dengan problem genting yang terjadi belakangan, seperti kasus Morowali dan situasi keamanan di Papua.
Morowali tengah menghadapi polemik demonstrasi karyawan yang menuntut hak keselamatan dan kesejahteraan pekerja. Namun naas, demonstrasi berujung dengan tewasnya dua pekerja asal Parepare dan China.
Pembahasan tentang kasus Morowali terus berputar pada isu provokasi demonstran dan ketimpangan sosial-ekonomi yang dirasakan pekerja dalam negeri. Namun, elite negara justru sibuk memikirkan Pilpres 2024.
Baca Juga: Soal Bentrokan Antarkaryawan di Morowali, Mulyanto: Pemerintah Lemah Hadapi PT GNI
Tak jauh berbeda dengan Morowali, Papua juga sedang berhadapan dengan isu genting. Rumah Dinas Kapolda Papua Irjen Mathius D. Fakhiri di Jayapura habis terbakar pada Selasa (17/1/2023) pagi. Kepolisian mengklaim kejadian terjadi akibat adanya arus pendek listrik. Namun, menimbang kebakaran terjadi pasca penangkapan Gubernur Papua Lukas Enembe, ada kecurigaan bahwa kebakaran dipicu oleh motif lain.
Meski rakyat tengah merasa terancam, namun negara seolah tak berupaya hadir untuk memberikan perlindungan. Achmad berpendapat para elite di pusat sibuk dengan agenda-agenda politik di 2024 dan tak melibat situasi yang terjadi di bawah.
"Ketidakadilan yang terjadi, ketimpangan, ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat negara, semakin membuat situasi di negeri ini semakin suram," ujar Achmad dalam keterangan tertulisnya, Jumat (20/1/2023).
Apa yang terjadi baik di Papua maupun di Morowali, kata dia, menunjukkan bahwa seolah negara tak berdaya bahkan tak hadir di tengah masyarakatnya. Padahal, ketidakstabilan politik bila tak direspons dengan baik oleh otoritas akan menimbulkan situasi negeri menjadi makin kaau.
"Apalagi jika otoritas yang sedang berkuasa justru mengajarkan etika politik yang buruk, seperti mencoba coba untuk mengubah konstitusi yang ada dengan ingin menambah masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Semakin suramlah masa depan Republik ini," tutup Achmad.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement