Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gus Halim: Jangan Sampai Nilai-nilai Luhur Desa Luntur Akibat Konflik Pilkades

Gus Halim: Jangan Sampai Nilai-nilai Luhur Desa Luntur Akibat Konflik Pilkades Kredit Foto: Dokumen Pribadi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menegaskan konflik polarisasi masyarakat pascapilkades berpotensi melunturkan nilai-nilai luhur yang menjadi ciri khas desa.

Oleh karena itu, ia menegaskan perpanjangan masa jabatan kades menjadi sembilan tahun untuk mereduksi efek konflik pascapilkades agar nilai kekeluargaan, kebersamaan, dan gotong royong tetap terjaga di desa.

Baca Juga: Wapres: Masa Jabatan Kades Masih Disesuaikan

"Padahal asas rekognisi kekeluargaan kebersamaan gotong royong semua adalah nilai-nilai luhur desa yang harus betul dipertahankan. Jangan sampai kemudian hanya karena karena persaingan pilkades yang seharusnya bisa dikondisikan melunturkan nilai-nilai tersebut," kata menteri yang akrab disapa Gus Halim itu, dalam keterangannya, Rabu (25/1/2023).

Menurut Gus Halim, konflik pascapilkades hampir terjadi di seluruh desa. Di beberapa daerah, konflik tersebut terus berlarut-larut hingga berdampak pembangunan desa tersendat dan beragam aktivitas di desa juga terbengkalai.

Oleh sebab itu, berdasar fakta lapangan serta kajian dengan para pakar dari akademisi, Gus Halim menyimpulkan efek negatif konflik pascapilkades akan lebih mudah diredam jika masa jabatan kades ditambah.

"Solusinya bagaimana supaya proses pembangunan bisa berjalan dengan lancar bagus kondusif tapi efek pilkades bisa terselesaikan dengan baik," kata Gus Halim.

Baca Juga: Jokowi Didesak Copot Mendes Halim Iskandar Buntut Gaduh Wacana Masa Jabatan Kades

Senada dengan Gus Halim, pengamat politik Boni Hargens mengungkapkan pelaksanaan kekuasaan di desa itu berbeda dengan tingkat kabupaten atau provinsi. Menurutnya, karena desa mempunyai skup yang kecil, maka masyarakat saling mengenal sehingga perbedaan pilihan dalam pilkades dapat melahirkan kebencian yang sifatnya personal.

"Dan kalau sudah personal maka tidak akan mudah membangun konsesnsus. Kalau konsensus tidak ada, bagaimana kebijakan pembangunan dijalankan?" ujar Boni.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Editor: Ayu Almas

Advertisement

Bagikan Artikel: