Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hasilkan 61% Logam Tanah Jarang China Masih Impor dari Indonesia, untuk Apa?

Hasilkan 61% Logam Tanah Jarang China Masih Impor dari Indonesia, untuk Apa? Kredit Foto: Kapuas Prima Coal
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia memiliki produk ekspor mineral yang bernilai tinggi yang diburu berbagai negara termasuk China. Tidak dapat dipungkiri, meskipun terkenal akan kekayaan tambang, Indonesia belum mampu mengolahnya dalam bentuk barang jadi.

Selain itu, Indonesia dianggap terlena dengan penjualan bahan tambang mentah daripada mengolahnya sendiri. Padahal, jika hasil tambang menjadi barang jadi, tentunya memiliki nilai ekonomis lebih tinggi ketimbang menjual bahan mentah. 

Selain aspal, batubara, bauksit dan nikel, China juga mengincar logam tanah jarang atau rare earth di Indonesia, seperti yang diungkap oleh Direktur Utama PT Timah, Achmad Ardianto. 

“Ada perusahaan China yang mengatakan mau membeli semua kalau nggak ada yang mau beli," kata Achmad Ardianto dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI beberapa waktu lalu.

Merespon hal hal ini, Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Pelajar Islam Indonesia (DPP PII) mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai maksud dan tujuan tertentu dari keinginan China memborong seluruh logam tanah jarang Indonesia.

Wakil Bendahara Umum DPP PII, Furqan Raka mengaku sangat aneh dengan keinginan China memborong seluruh logam tanah jarang di Indonesia, mengingat negeri tirai bambu tersebut dikenal dengan hasil kekayaan alam berupa tanah jarang yang melimpah.

“Aneh kan, mereka (China) menghasilkan 61% logam tanah jarang domestik, setara 168.000 ton pada tahun 2021. Lah kok mau impor logam tanah jarang Indonesia, ada apa?” kata Furqan Raka kepada wartawan, Kamis, (26/1/2023).

Lebih aneh lagi, lanjut Furqan Raka, Cina diperkirakan memiliki 44 juta ton cadangan logam tanah jarang. Sementara negara-negara dunia seperti Vietnam, Brazil dan India hanya memiliki setengah dari cadangan logam tanah jarang China. 

Bahkan, Amerika Serikat saja hanya memiliki 1,8 juta ton dengan hasil tahunannya seperempat dari produksi China yaitu 15,5% dari total produksi 2021. Saat ini tidak ada tempat di Amerika Serikat yang dapat mengolah logam tanah jarang, sementara China memiliki 92% dari kapasitas konversi ini, Jepang hanya 6%. 

Logam tanah jarang ternyata dapat digunakan sebagai bahan baku dari berbagai peralatan yang membutuhkan teknologi modern saat ini, antara lain sebagai bahan baku untuk baterai, telepon seluler, komputer, industri elektronika hingga pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/ Angin (PLTB). Unsur dari logam tanah jarang juga digunakan sebagai bahan baku industri pertahanan hingga kendaraan listrik.

“Perlu di catat, selain untuk alat atau barang serta komponen elektronik, unsur logam tanah jarang ini juga sangat penting bagi militer karena juga digunakan pada jet tempur, kapal selam, kacamata night vision, senjata api, radar, display elektronik, sistem panduan, laser, radar, sonar dan rudal,” ujar Furqan Raka.

Karena memiliki sumber mineral logam tanah jarang sekaligus bahan jadi dari pengolahannnya, China beberapa kali menjadikan logam tanah jarang sebagai alat diplomasi untuk kepentingan Beijing.

Diantaranya Tiongook menahan ekspor logam tanah jarang ke Jepang pada 2010 sebelum Negeri Matahari Terbit tersebut membebaskan kapten kapal pukat harimau yang ditangkap karena berani mencuri ikan diwilayah Jepang.

Beijing juga pernah mengamcam akan membatasi ekspor beberapa produk yang menggunakan logam tanah jarang ke Amerika Serikat pada Tahun 2019, yang diduga kuat sebagai pembalasan atas tekanan pemerintahan Trump terhadap konglomerat telekomunikasi Huawei.

DPP PII mengingatkan pemerintah Indonesia agar tidak ikut dalam permainan “sandera menyandera” China menggunakan logam tanah jarang, karena akan memicu permusuhan dengan negara dunia lainnya.

“Melihat tabiat buruk China, bukan tidak mungkin Indonesia akan diperlakukan sama seperti Jepang dan Amerika Serikat, dan bisa jadi membuat negara-negara dunia memusuhi kita,” tutur Furqan Raka.

“Selain itu, dari penuturan Dirut PT Timah, China sangat pelit membagikan teknologi terdepan dalam mengelola logam tanah jarang. Kalo pun ngasih itu second tiers. Jadi, ngapain jual ke mereka (China),” pungkas Furqan Raka.

Seperti diberitakan sebelumnya, PT Timah sebagai salah satu perusahaan yang akan mengembangkan logam tanah jarang atau rare earth di Indonesia, mengungkapkan keengganan China dalam alih tekhnologi pengelolaan logam tanah jarang ke Indonesia.

“Ada perusahaan China yang mau borong, tapi China hanya mau keluarkan teknologinya yang second tiers. Jadi sebenarnya sudah ada teknologi baru, yang terkini, tapi nggak dilepas," ungkap Dirut PT Timah, Achmad Ardianto.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: