Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Komnas Perlindungan Anak Kirim Surat Terbuka ke Jokowi Soal Bahaya BPA

Komnas Perlindungan Anak Kirim Surat Terbuka ke Jokowi Soal Bahaya BPA Kredit Foto: Komnas PA
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait kembali berkirim surat kepada Presiden Jokowi tentang bahaya Bisphenol A dalam kemasan makanan dan minuman olahan, kali ini dalam bentuk surat terbuka. 

Arist menjelaskan alasan kembali mengirim surat kepada Presiden Jokowi, dalam bentuk surat terbuka,  lantaran hingga kini belum ada tanggapan sama sekali. Padahal, isi surat tersebut sangat penting, menyangkut kesehatan anak, bayi, balita dan janin pada ibu hamil. 
Baca Juga: Masa Depan Anak dan Balita Indonesia Terancam Senyawa BPA dari Kemasan Plastik Polikarbonat

"Kita sudah dua kali mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo tapi hingga kini belum ada tanggapan. Diduga surat itu masih tertahan di Setneg. Entah oknum siapa yang bermain sehingga surat tersebut belum juga sampai, " tandas Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait dalam pemaparan di depan para wartawan dan ibu - ibu, dalam diskusi, peringatan Hari Gizi dan Pangan pada Kamis (26/1) lalu di Aula Komnas PA, Jalan TB Simatupang No 33 Pasar Rebo Jakarta Timur. 

Adapun inti isi surat terbuka yang dikirim kepada Presiden Jokowi tersebut adalah agar Presiden menyetujui Revisi Kedua PerkaBPOM No 31 tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan supaya segera disahkan oleh BPOM. 

"Manfaat disahkan Revisi Kedua PerkaBPOM No 31 tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan adalah melindungi kesehatan usia rentan yaitu bayi, balita dan janin pada ibu hamil yang belum memiliki sistem imunitas, " tutur Arist Merdeka Sirait mencuplik surat terbuka untuk Presiden. 
Baca Juga: Perlindungan Konsumen dari Bahaya BPA Harus Diprioritaskan

Dalam diskusi tersebut, Arist juga memaparkan perjuangan Komnas PA dalam menangani kasus yang menimpa anak-anak Indonesia. Hanya saja dalam memperjuangkan melindungi anak - anak dari paparan BPA masih berlanjut. Karena harus bekerja sama dengan pihak lain utamanya dengan BPOM sebagai regulator peredaran obat dan makanan. 

Masih menurutnya, Revisi PerkaBPOM No 31 tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan tersebut, mengatur agar kemasan atau wadah makanan dan minuman yang mengandung Bisphenol A diberi label peringatan konsumen. 

Pemberian label pada kemasan itu merupakan suatu bentuk fundamental untuk menyelamatkan hak kesehatan anak. 

"Ketika diabaikan, itu salah satu bentuk kekerasan sama dengan kekerasan yang saat ini masih menjadi isu nasional, di mana Indonesia masih dalam darurat kekerasan anak, " tandas Sirait. 

Sementara Direktur PAUD Institute, Lia Latifa menjelaskan tiap tahun jumlah anak - anak yang berkebutuhan khusus makin banyak. 

"Makin banyak anak yang berkebutuhan khusus. Banyak juga anak - anak yang kesulitan belajar. Sulit untuk fokus. Tetapi terhadap anak - anak juga usianya meningkat. Dulu anak - anak usia 3 tahun atau 4 tahun yang perlu terapi khusus. Sekarang usia mereka yang memerlukan terapi meningkat. Ada yang usia sembilan tahun, bahkan lebih, " papar Lia Latifa, Direktur PAUD Institute yang sehari - hari berhadapan dengan anak - anak usia dini. 
Baca Juga: Aktivis: Perlindungan Masyarakat dari Bahaya BPA Perlu Diperkuat

Lia Latifa menjelaskan bahwa anak - anak yang mengalami kebutuhan khusus terjadi karena banyak faktor. Selain  faktor genetika juga ada faktor eksternal salah satunya bisa jadi senyawa berbahaya semacam Bisphenol A. 

Senada dengan Lia Latifa, Dr Catherine Tjahjadi dari PDUI dan IDI memaparkan bagaimana senyawa Bisphenol A atau BPA dapat masuk ke dalam tubuh manusia. Menurutnya, jika kemasan yang mengandung Bisphenol A atau BPA terkena goresan atau panas maka akan terjadi migrasi dari kemasan ke dalam makanan atau minuman. 

"Kemudian makanan atau minuman itu dikonsumsi oleh kita. Dalam jangka waktu panjang, bagi bayi, balita dan janin yang belum mempunyai sistem imunitas maka akan lebih mudah terkena dampaknya, " ungkap Dr Catherine Tjahjadi. 

Sementara, menurut Arzeti Bilbina S.E, M.A.P anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB menjelaskan secara gamblang bahwa masalah gizi buruk tersebar sedikitnya di 12.183 desa. Yang hidup di kota memang rata-rata sudah terbebas dari gizi buruk. Ada juga yang masih kekurangan gizi. Tapi ditambah lagi paparan zat Bisphenol A yang berasal dari kemasan makanan. 

"Di kota besar selain ada yang menderita gizi buruk ditambah lagi paparan Bisphenol A dari kemasan polikarbonat, " ungkap Arzeti.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: