Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jenderal Amerika Kisahkan Bagaimana Caranya Balon Udara China Terobos Langit Terlarang Negaranya

Jenderal Amerika Kisahkan Bagaimana Caranya Balon Udara China Terobos Langit Terlarang Negaranya Kredit Foto: AP Photo/Andy Wong
Warta Ekonomi, Washington -

Pentagon dan pejabat Amerika Serikat lainnya mengatakan, balon mata-mata China yang terbang di wilayah udara Amerika  seukuran tiga bus sekolah. Balon itu bergerak ke wilayah timur di atas zona udara Amerika pada ketinggian sekitar 60 ribu  kaki atau 18.600 meter.

Pejabat pertahanan dan militer AS pada Sabtu (3/2/2023) mengatakan, balon itu memasuki zona pertahanan udara AS di utara Kepulauan Aleutian pada 28 Januari dan pindah ke daratan melintasi Alaska.

Baca Juga: Habis Dilaporin, Angkatan Laut Amerika Akhirnya Setop Eksperimen Mengerikan Ini

Balon itu kemudian masuk ke wilayah udara Kanada di Wilayah Barat Laut pada 30 Januari.  Keesokan harinya, balon itu menyeberang kembali ke AS melalui wilayah di atas Idaho utara.  

Gedung Putih mengatakan, Presiden Joe Biden pertama kali mendapatkan pemberitahuan tentang balon itu pada Selasa (31/1/2023). Departemen Luar Negeri mengatakan, Menteri Luar Negeri Antony Blinken dan Wakil Menteri Luar Negeri Wendy Sherman berbicara dengan pejabat senior China yang berbasis di Washington pada Rabu (1/2/2023) malam tentang masalah tersebut.

Juru bicara Pentagon, Brigjen Pat Ryder pada Kamis (2/2/2023) malam menyatakan, balon itu bukan ancaman militer atau fisik. Dia mengatakan, setelah balon terdeteksi, Pemerintah AS segera bertindak untuk melindungi dari pengumpulan informasi sensitif.

Seorang pensiunan Jenderal Angkatan Darat, John Ferrari, mengatakan, jika balon itu tidak dipersenjatai, tetap menimbulkan risiko bagi AS. Menurut dia, penerbangan balon itu dapat digunakan untuk menguji kemampuan Amerika dalam mendeteksi ancaman yang masuk dan menemukan lubang di sistem peringatan pertahanan udara negara tersebut.  

"Ini memungkinkan China merasakan emisi elektromagnetik yang tidak dapat dideteksi oleh satelit di ketinggian yang lebih tinggi, seperti frekuensi radio berdaya rendah yang dapat membantu mereka memahami betapa berbedanya sistem senjata berkomunikasi AS," kata Ferrari.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Advertisement

Bagikan Artikel: