Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kemenkominfo Luncurkan Status Literasi Digital Indonesia 2022: Potret Kecakapan Digital Masyarakat Indonesia

Kemenkominfo Luncurkan Status Literasi Digital Indonesia 2022: Potret Kecakapan Digital Masyarakat Indonesia Kredit Foto: WE
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Katadata Insight Center meluncurkan Status Literasi Digital Indonesia 2022 Rabu, 1 Februari 2023 lalu. 

Status Literasi Digital Indonesia pada tahun 2022 mengalami kenaikan menjadi 3,54 dibandingkan dengan tahun 2021 yaitu 3,49. Skor tersebut menunjukkan bahwa Literasi Digital masyarakat Indonesia berada pada kategori “sedang”. Pengukuran dengan Kerangka Indeks Literasi Digital tahun 2022 ini menggunakan empat pilar, yaitu Kecakapan Digital

(Digital Skill), Etika Digital (Digital Ethics), Keamanan Digital (Digital Safety), dan Budaya Digital (Digital Culture). Pilar Budaya Digital (3,84) memiliki skor tertinggi, diikuti Etika Digital (3,68), Kecakapan Digital (3,52) dan Keamanan Digital (3,12).

“Hasil survei ini menjadi pijakan bagi kami dalam melakukan pemetaan target sasaran serta pemetaan kebutuhan literasi digital masyarakat, agar Program Nasional Literasi Digital dapat dieksekusi secara efektif dan tepat sasaran,” jelas Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo, Semuel Abrijani.

Dalam acara ini juga dilakukan diskusi dengan tema “Potret Kecakapan Digital Masyarakat Era Teknologi Dulu, Sekarang, dan Nanti” yang menghadirkan pembicara;  Bonifasius Wahyu Pudjianto, Direktur Pemberdayaan Informatika; Vivi Zabkie, Deputy Head Katadata Insight Center; Donny Budi Utoyo, Ketua Umum Siberkreasi; dan Iwan Setiawan, Chief Executive Officer Provetic sebagai moderator.

Pada sesi talkshow, Vivi Zabkie menyampaikan mengenai kilas balik survei literasi digital yang telah dilakukan sejak tahun 2020. Selain literasi digital, ada beberapa penemuan yang didapatkan selama melakukan survei, seperti perubahan pola hidup masyarakat yang berhubungan dengan intensitas penggunaan internet.

“Orang sudah banyak bercakap offline, tapi belanja (produk digital) -nya naik. Kenapa bisa begini? Kemungkinan bisa dijawab dengan temuan lain yang menunjukkan bahwa platform media sosial yang digunakan lebih banyak yang berbasis video. Intensitas (penggunaan internet) menurun, akan tetapi belanja produk digital naik karena konsumsinya untuk produk yang kuotanya mahal."

Vivi juga menyampaikan bahwa responden yang mengikuti kegiatan Literasi Digital otomatis tingkat literasi digitalnya semakin baik. Hal ini ditunjukkan dengan perbedaan indeks literasi digital antar Provinsi yang tidak terlalu signifikan atau mulai ada pemerataan. Adapun lima provinsi yang memiliki indeks Literasi Digital tertinggi adalah D.I Yogyakarta (3,64), Kalimantan Barat (3,64), Kalimantan Timur (3,62), Papua Barat (3,62), dan Jawa Barat (3,61).

Di kesempatan yang sama, Donny Budi Utoyo menyoroti hasil survei yang menyatakan bahwa media sosial menjadi medium nomor dua yang dipercaya oleh masyarakat sebagai sumber informasi setelah televisi. Donny menyampaikan bahwa, media sosial menjadi tempat pertempuran antara informasi positif dan negatif. Hal tersebut menuntut para penggunanya untuk menjadi khalayak aktif yang harus selektif dan bijak dalam memilih informasi. “Tidak apa-apa percaya kepada media sosial sebagai sumber informasi, asal tahu media sosial mana yang memberikan informasi positif dan terpercaya,” tambah Donny.

Bonifasius turut menyampaikan mengenai alasan pentingnya survei terkait indeks literasi digital perlu dilakukan. Menurutnya, survei ini menjadi penting karena dapat dijadikan tolok ukur pencapaian kerja di periode tertentu. Selain itu, survei ini juga dapat memberikan informasi mengenai titik kelemahan yang dimiliki oleh kinerja tahun sebelumnya, sehingga dapat dilakukan evaluasi untuk menjadi lebih baik di tahun selanjutnya.

Menurut hasil survei, pilar keamanan digital menjadi yang paling rendah di antara pilar-pilar lainnya. Hal tersebut tentu perlu menjadi perhatian di rencana kerja tahun selanjutnya. “Keamanan digital menjadi pilar yang paling rendah. Tentu itu adalah PR [Pekerjaan Rumah] bagi kami karena teknologi itu berubah, modusnya juga berubah, dan bahkan sekarang teknologi membawa efek psikologis. Itu akan menjadi concern di tahun 2023 ini,” ungkap Bonifasius.

Survei Indeks Literasi Digital dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika setiap tahun di 34 provinsi dan mencakup 514 kabupaten/kota. Survei dilakukan secara tatap muka terhadap 10 ribu responden. Survei ini dilakukan guna mengetahui target masyarakat yang membutuhkan literasi digital, materi yang tepat untuk diberikan, serta strategi yang efektif untuk melakukan literasi digital.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Sufri Yuliardi
Editor: Sufri Yuliardi

Advertisement

Bagikan Artikel: