Pada sisi lain, majunya Anies pada Pilpres 2024 bakal membawa risiko kegaduhan serupa Pilgub DKI 2017 maupun Pilpres 2019. Hal ini tak lepas dari basis massa Anies yang cenderung frontal terhadap Jokowi lantaran faktor prinsip maupun ideologi politik.
Situasi tersebut dapat dilihat dari reaksi ketika Nasdem mendeklarasikan Anies sebagai capres pada Oktober 2022 yang lalu. Muncul riak-riak kegaduhan atau euforia sesaat bagi mereka yang menghendaki adanya koreksi kebijakan pemerintah.
Selain kegaduhan, program pemerintah seperti megaproyek Ibu Kota Negara Nusantara (IKN) maupun infrastruktur lainnya terancam tak berlanjut, apabila Anies terpilih. Namun situasi ini sejatinya harus dihadapi dalam pilpres, yang artinya siapapun kandidat yang mengusung keberlanjutan pemerintah memberikan dasar argumen untuk meyakinkan publik.
Kondisi tersebut dirasa lebih baik dibanding menyajikan publik menu dengan racikan bumbu yang sama tanpa alternatif lain dalam pilpres. Maka hanya ada dua risiko apabila pilpres dengan atau tanpa Anies yakni, pilpres tidak memberi dampak pendidikan politik, adem ayem tanpa intrik atau gaduh tapi penuh dialektika.
“Kalau 2024 yang bertanding hanya orangnya Jokowi maka situasi adem ayem, tanpa intrik. Kalau Anies maju, gaduh peristiwa 2017 di DKI atau Pilpres 2019 bakal terulang,” terang Adi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement