Hancurkan Ekosistem Industri Rokok, Kadin Jatim Ogah Dukung Jokowi Revisi PP 109/2012
Revisi PP 109/2012 yang dilakukan oleh pemerintah yakni, tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi Kesehatan mulai mendapatkan penolakan sejumlah instansi mulai dari Kamar Dagang dam Industri (Kadin) Jawa Timur, industri hasil tembakau, petani tembakau, puluhan asosiasi terdampak, akademisi, perwakilan PBNU hingga DPRD Jatim dan DPR RI.
Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun secara tegas mengatakan, pihaknya meminta pada pemerintah untuk bersikap bijak dan obyektif dengan melindungi IHT mengingat industri ini adalah salah satu kontributor Penerimaan negara terbesar.
Baca Juga: PKS Siap Umumkan Jagoaannya Guna Dapatkan Kursi Jokowi, Akankah Anies Baswedan Dapat Dukungan Lagi?!
“Ada mata rantai kehidupan dalam tembakau mulai dari pertanian sampai fabrikasi, lalu di antara petani dengan pabrik, ada pedagang. Ini menjadi ekosistem tersendiri. Maka ketika mengambil keputusan terkait IHT, perlu dilihat dari seluruh aspek mulai dari petani, lapangan kerja, potensi produk ilegal, dan potensi penerimaan negara, jadi tidak hanya aspek kesehatan,” tegas Misbakhun di sela-sela acara Sarasehan Ekosistem Pertembakauan di Gedung Graha Kadin Jawa Timur, Surabaya kemarin
Misbakhun mengungkapkan, sejauh ini ada ketidakadilan nyata yang dilakukan pemerintah terhadap pelaku pertembakauan di Indonesia.
"Sepanjang perjalanan masa bakti saya di DPR RI, saya mengikuti. Untuk agenda kepentingan asing, petani tembakau di korbankan, kepentingan negara diintervensi," ujarnya
Sementara itu, Ketua Umum Kadin Jatim, Adik Dwi Putranto mengatakan, wacana revisi PP 109/2012 merupakan topik yang tengah menjadi pembahasan pelik di pemangku kepentingan pertembakauan. Dorongan untuk kembali melakukan revisi atas peraturan ini kembali digaungkan setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023 pada 23 Desember 2022 lalu.
Baca Juga: Hujan Kritikan Gegara Majukan Anies Baswedan, NasDem Justru Senang: Merasa Paling Benar Sendiri...
Poin revisi yang diharapkan meliputi 7 hal utama, di antaranya pembesaran gambar peringatan kesehatan di bungkus rokok, ditargetkan menjadi 90 persen luas kemasan, pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau di berbagai jenis media, serta penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
"Amandemen peraturan ini bertujuan untuk menurunkan prevalensi merokok anak dari 9,1 persen menjadi 8,7 persen pada tahun 2024 serta mendorong hidup sehat. Tetapi faktanya data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023 menunjukkan penurunan prevalensi merokok anak usia di bawah 18 tahun secara signifikan dari 9,65 persen pada tahun 2022 menjadi 3,44 persen,” kata Adik.
Menanggapi hal itu, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), AA Lanyalla Mahmud Mattalitti mengatakan, perbedaan data yang digunakan oleh para pemangku kepentingan bidang kesehatan, bidang keuangan dan bidang pertembakauan telah menimbulkan kerancuan dan perbedaan sikap.
Baca Juga: Walau Jabatan Jokowi Belum End, Anies Baswedan Ternyata Sudah Dianggap Presiden!
"Saya berharap para pemangku kepentingan bisa menyatukan cara pandang dalam mengambil data sehingga informasi dan komunikasi yang disampaikan kepada pemerintah pusat bisa satu perspektif dan masukan yang disampaikan menjadi lebih konstruktif," ujar La Nyalla
Sekjen Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Mahmudi menegaskan, revisi PP tersebut bisa berdampak pada penurunan harga tembakau petani akibat turunnya serapan tembakau oleh industri, luas area lahan tembakau dan jumlah petani akan berkurang dan lapangan pekerjaan dari hulu (perkebunan) sampai hilir di industri dan perdagangan akan menurun.
“Petani dan industri adalah saudara, jika industri dicubit, yang sakit ya petani karena sampai saat ini belum ada peruntukan lain dari tembakau selain untuk rokok dan susur. Kalau PP ini direvisi, kami yakin jumlah perokok juga tidak akan berkurang tetapi harus ada keadilan karena pendapatan pemerintah dari cukai itu naik, maka petani juga harus dapat input, jangan cukai naik, harga tembakau tetap saja,” katanya
Disisi lain, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Henry Najoan secara tegas mengatakan, revisi Peraturan Pemerintah (PP) No.109 Tahun 2012 yang dilakukan oleh pemerintah yakni, tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi Kesehatan dianggap tidak tepat.
Menurutnya, revisi tersebut justru merusak dan membawa kehancuran bagi industri Hasil Tembakau (IHT) legal karena aturannya menjadi semakin restriktif dan menutup ruang untuk berusaha.
“Jales sangat tidak tepat dengan revisi itu. Padahal selama ini IHT sudah tertekan karena pengenaan tarif cukai yang semakin tinggi, pembatasan promosi, penjualan, dan lain sebagainya,” pungkas Henry
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement