Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Prof Widodo dari IPB University Bicara Kunci Tingkatkan Produktivitas Sawit Nasional Jangka Panjang

Prof Widodo dari IPB University Bicara Kunci Tingkatkan Produktivitas Sawit Nasional Jangka Panjang Kredit Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia merupakan penghasil kelapa sawit terbesar dunia. Akan tetapi, data menyebutkan bahwa produktivitas kelapa sawit di Indonesia cenderung menurun. Pada tahun 2005, produktivitas kelapa sawit di Indonesia mencapai 20.05 ton per hektare. Angka tersebut turun menjadi 17.11 ton per hektare pada tahun 2020.

"Produktivitas Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia yang produktivitasnya mencapai 18.53 ton per hektare per tahun. Karena itu, perlu upaya meningkatkan produktivitas sawit di Indonesia," ucap Prof Widodo, Guru Besar Proteksi Tanaman IPB University, dalam Konferensi Pers Pra Orasi Ilmiah Guru Besar melalui Zoom Meeting, Kamis (23/2).

Baca Juga: Kaya Akan Vitamin A dan E, Komoditas Kelapa Sawit Ternyata Jadi Sasaran Industri Farmasi

Pakar Hama Penyakit Tanaman IPB University ini menegaskan, betul bahwa Indonesia ialah negara dengan produksi sawit tertinggi di dunia. Akan tetapi, hal itu karena luasan tutupan lahan kelapa sawit yang luasnya mencapai 16.38 juta hektare. "Dengan luasan yang ada, seharusnya kita mampu mengoptimalkannya melalui pengelolaan kesehatan tanaman dan lingkungan, terutama ketika peremajaan/replanting," ujarnya.

Menurutnya, penurunan produktivitas kelapa sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain umur tanaman yang tua; daya dukung lahan (kesehatan lahan) menurun; perubahan iklim; serta ancaman organisme pengganggu tanaman, baik hama maupun penyakit.

Diungkapkan Prof Widodo, salah satu penyakit utama kelapa sawit adalah penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh Ganoderma Boninense. Penyakit ini mampu menurunkan produksi kelapa sawit hingga lebih dari 50 persen dan menyebabkan kerugian ekonomis mencapai 68 persen.

"Perlu upaya kuat untuk mengelola dampak perubahan iklim dan serangan hama penyakit seperti BPB. Perlu direncanakan dan diimplementasikan sebaik mungkin ketika program peremajaan kelapa sawit mulai dilakukan," terangnya.

Ia menjelaskan, ledakan penyakit akan terjadi jika populasi patogen dalam jumlah banyak, adanya tanaman inang yang rentan dan lingkungan yang mendukung perkembangan penyakit. Kondisi tersebut saat ini sudah mulai terlihat di Indonesia. Hal itu ditunjukkan dari makin meningkatnya keadaan serangan dari tahun ke tahun.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: