Manager Program Transformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR) Deon Arinaldo mempertanyakan posisi energi baru yang masuk dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Energi Terbarukan (EBET).
Menurutnya, jika dilihat secara fundamental, akar teknologi dan perkembangan antara energi baru dan energi terbarukan sangatlah berbeda.
"Energi baru yang jadi kurang tepat, kalau kita lihat ini sangat berbeda energi baru ini hanya ada di Indonesia, istilahnya tidak ada di luar yang mengenal new energy," ujar Deon dalam diskusi virtual, Senin (27/2/2023).
Baca Juga: IESR : Power Wheeling adalah Konsekuensi Struktur Industri Ketenagalisttikan Indonesia
Deon mengatakan, jika ditelaah lebih jauh lagi bahwa energi baru yang tercantum dalam RUU EBET seperti nuklir dan gasifikasi batu bara sudah ada di berbagai negara sejak dulu, jadi dapat dikatakan bukanlah energi baru.
"Kalau kita telaah lebih dalam itu sudah ada dari dulu karena nuklir sejak dahulu kala sudah dibangun di berbagai negara, yang disebut energi baru seperti gasifikasi itu sudah beroperasi puluhan tahun di beberapa negara tertentu, " ujarnya.
Dengan begitu, maka disatukanya energi baru dan energi terbarukan dalam RUU EBET seakan-akan memaksakan diri untuk menyatukan dua hal yang berbeda dalam satu Undang-undang.
"Terminologinya jadi kurang tepat disaji, jadi seperti agak memaksakan mengelompokan suatu kumpulan teknologi yang tidak sama menjadi satu term energi baru di sini dan digabung dengan energi terbarukan," ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti
Advertisement