Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Lintasi 'Rute Maut', Para Migran Tenggelam Bersama 'Impian Eropa' di Mediterania

Lintasi 'Rute Maut', Para Migran Tenggelam Bersama 'Impian Eropa' di Mediterania Kredit Foto: Reuters/Darrin Zammit Lupi
Warta Ekonomi, Istanbul -

Tekanan kondisi hidup, keputusasaan dan keinginan untuk hidup 'lebih baik' di Eropa membuat Muhammad Ali (21) menaiki kapal pengangkut migran yang penuh sesak bulan lalu untuk menyeberangi laut yang berbahaya di dunia.

Sayangnya, Ali tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkannya. Kapal itu terbalik di perairan Laut Mediterania tak lama setelah meninggalkan pantai Benghazi di Libya menuju Italia.

Baca Juga: Kapal Imigran Tujuan Italia Karam, Korban Tewas Lebih dari 60 Orang

Ali dan banyak lainnya meninggal, dia bersama impian dan harapan para pencari suaka tenggelam di tengah laut.

"Teman-temannya semua telah pergi ke Italia dan membujuknya untuk bergabung dengannya. Kami mencoba menghentikannya, tetapi dia tidak mendengarkan kami. Dia ingin pergi ke Eropa," kata Chaudhry Mansha Bhojpur, paman almarhum Ali, berbicara kepada Anadolu via telepon di Pakistan.

Ali berada di kapal yang mengalami kecelakaan saat menuju Italia pada 22 Februari, insiden tersebut menyebabkan 16 orang tewas.

Pemerintah Pakistan mengatakan bahwa setidaknya tujuh orang yang meninggal adalah warganya.

Banyaknya jumlah korban di kapal yang karam itu kembali menyoroti tingkat migran gelap yang menggunakan jalur laut berbahaya untuk mencapai Eropa.

Sejak awal tahun, 327 migran telah meninggal atau hilang di Laut Mediterania, menurut the Missing Migrants Project.

Proyek ini diprakarsai oleh Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) PBB untuk mendokumentasikan pergerakan migran.

Pada 26 Februari, sebuah perahu kayu yang penuh sesak menabrak bebatuan di lepas pantai Italia selatan dan menewaskan sedikitnya 67 orang, termasuk pria, wanita dan anak-anak.

Keluarga Ali, yang berduka atas kematiannya, mengatakan ini adalah masa kesedihan.

"Ali terus membujuk orang tuanya, mengapa dia tidak bisa tinggal bersama teman-temannya? Mengapa orang tuanya tidak bisa mengirimnya? Mengapa orang tuanya tidak bisa melakukan apa pun untuknya? Itu adalah pemerasan emosional," kata Bhojpur.

Pada 17 Februari, Ali terbang ke Mesir dari Dubai dan menuju Libya, kemudian dia bertemu dengan agen yang menyediakan perjalanan laut.

Sebelum naik kapal, Ali berbicara dengan keluarganya dan memberi tahu mereka bahwa dia akan mengirim pesan kepada mereka ketika dia memiliki koneksi internet.

Selama dua hari, mereka tidak memiliki informasi tentang dia. Kemudian keluarganya mendapat kabar dari media internasional tentang kecelakaan kapal tersebut. Jasad Ali dikenali oleh keluarganya melalui video dan gambar yang beredar di media sosial.

"Tolong jangan terpengaruh oleh siapa pun. Teman-teman Ali telah berhasil sampai ke Italia dan dia berpikir bisa mencapai ke sana. Tapi ini adalah rute yang berbahaya," tutur paman Ali, sambil mengatakan bahwa mereka menghubungi otoritas Libya untuk membawa pulang.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Advertisement

Bagikan Artikel: