"Apalagi, Partai Prima sebenarnya juga telah melakukan langkah dan gugatan hukum soal kepesertaan pemilunya kepada Bawaslu dan PTUN, yang sudah divonis, dan sudah berkekuatan hukum tetap," jelasnya.
Artinya soal kepesertaan Partai Pemilu Partai Prima, sudah final dan mengikat, tidak ada upaya hukum lain. Apalagi melalui gugatan perdata di Pengadilan Negeri, yang nyata-nyata tidak berwenang memutus “Sengketa Proses” Pemilu.
Ketiga, karena memasuki kamar yurisdiksi yang bukan kewenangannya, maka Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya terjebak untuk mengeluarkan amar putusan yang juga keliru, alias cacat hukum.
Keempat, membawa persoalan “Sengketa Proses” Pemilu ke pengadilan negeri, jelas langkah hukum yang keliru; Namun pengadilan negeri yang mengabulkannya, lebih keliru dan lebih mengherankan lagi. Ada apa? Mengapa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sampai tidak memahami batas kewenangan dan kompetensinya?
Kelima, karena masuk ke wilayah kerja yang bukan yurisdiksinya, memutus amar yang bukan kewenangannya dan berkonsekwensi menunda pemilu, maka amar ke-6 nya soal putusan serta-merta pun tidak dapat dilaksanakan (non-executable).
Terakhir KPU bukan hanya wajib mengajukan perlawanan hukum dan menyatakan banding atas putusan PN Jakarta Pusat tersebut, KPU juga harus terus menjalankan tahapan pemilu tanpa terganggu.
"Jangan sampai penundaan pemilu menjadi kenyataan. Saya mendengar trisula skenario penundaan pemilu, yaitu (1) Dekrit Presiden, (2) Sidang Istimewa MPR, dan (3) Putusan MK yang memutus perubahan sistem pemilu proporsional sekaligus menunda pemilu.
Apapun skenarionya, penundaan pemilu yang demikian adalah pelanggaran dan bencana konstitusi yang harus kita lawan dengan lantang," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement