- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Apple Batal Investasi di Indonesia, Pemerintah Perlu Bentuk Tim Berantas Pertambangan Ilegal
Jika ketidakpercayaan global terhadap Indonesia meningkat, investor akan meminta premi risiko yang lebih besar. Hal tersebut untuk menanamkan setiap US$1 hanya demi imbal hasil yang sama. Kebanyakan dari mereka pun akan lebih memilih ke pasar uang atau FDI (Foreign Direct Investment) ke negara lain.
"Jangan runtuhkan prestasi enam tahun ini hanya gara-gara Apple," tuturnya.
Baca Juga: Investasi Pengeboran Panas Bumi Capai US$5 Juta per 1 Megawatt, PGE Disarankan Lakukan Ini
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Septian Hario Seto, mengungkapkan bahwa permbatalan pembangunan pabrik Apple di Indonesia karena persoalan traceability atau ketelusuran bahan baku dari produk timah di Indonesia.
"Perusahaan-perusahaan besar ketika ingin melakukan investasi akan melakukan cek secara mendalam mengenai bahan baku produknya," ujarnya.
Apple, misalnya, ingin memastikan traceability timah di RI, mulai dari perizinan, praktik pertambangannya, hingga prinsip bisnis berkelanjutan atau environmental, social and governance (ESG).
Ia menduga ada kemungkinan ketika perusahaan asing ini melakukan traceability, muncul dugaan timah-timah ini berasal dari praktik pertambangan yang tidak tepat.
Namun, pernyataan itu ditepis oleh Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk Poerwoko saat menjawab pertanyaan wartawan di Pangkal Pinang, Bangka Belitung, Senin (27/2/2023). "Semua izin usaha pertambangan (IUP) timah itu sudah operasi produksi," ucapnya.
Artinya, seluruh prosesnya bisa dipertanggungjawabkan, mulai dari asal, izin, sampai nomor seri. Bahkan, perseroan telah mengundang kelompok funding buyer mineral yang tergabung dalam Responsible Mineral Inititative (RMI) untuk menyoroti soal asal-usul timah yang diproduksi PT Timah Tbk.
"RMI juga sudah approve dan percaya bijih timah yang diproduksi PT Timah Tbk bisa dipertanggungjawabkan asal-usulnya," kata Poerwoko.
Seperti yang diketahui, selama ini praktik pertambagan ilegal menjadi bagian dari PR pemerintah menjelang larangan ekspor timah pada Juni 2023. Sebab, hilirisasi belum optimal. Data Kementerian Perindustrian mencatat produksi logam timah sudah berkisar 80.000 ton pada 2022 dan baru lima persen yang terserap industri domestik. Sisanya, diekspor ke luar negeri.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita juga sudah menegaskan serapan rendah karena terbatasnya industri di hilir. Persoalan PETI juga membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak kalah kesal. Di tengah kebijakan untuk memulai hilirisasi, Jokowi justru melihat komoditas tambang Indonesia lebih banyak dijual mentah ketimbang diolah sendiri.
Dalam konteks timah, Jokowi merasa Indonesia dirugikan sebagai pemilik cadangan timah terbesar kedua di Indonesia yang sebenarnya nilainya bisa meningkat 69 kali lipat lewat hilirisasi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait:
Advertisement