Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengamat: Wajar Kalau Ada yang Menyebut Rafael Alun Trisambodo Sebagai 'The Next Gayus'

Pengamat: Wajar Kalau Ada yang Menyebut Rafael Alun Trisambodo Sebagai 'The Next Gayus' Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Temuan mengenai harta kekayaan tak wajar eks pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo terus menjadi perbincangan hangat

Mengenai hal ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut Rafael Alun Trisambodo memiliki safe deposit box atau kotak penyimpanan harta yang berisi mata uang asing senilai Rp 37 miliar. PPATK menduga uang tersebut didapat dari hasil suap. Gara-gara temuan deposit box ini, Rafael disebut sebut sebagai The New Gayus, pegawai pajak yang memiliki rekening gendut. 

Pertengahan pekan lalu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah merekomendasikan memecat Rafael sebagai pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Mantan Pejabat Eselon III DJP itu dinilai telah melakukan sejumlah pelanggaran integritas. Rafael diduga telah menyembunyikan harta dan tak patuh bayar pajak.

Hasil audit Kemenkeu itu kemudian didalami PPATK. Hasilnya, PPATK menemukan 40 rekening terkait Rafael. Rekening-rekening itu atas nama keluarga, seperti istri, anak, dan perusahaan atau badan hukum. Dari puluhan rekening itu tercatat ada transaksi senilai Rp 500 miliar. 

Baca Juga: Temuan Uang Rp37 Miliar Rafael Alun di Safe Deposit Box Bikin Geger, Mahfud MD: Yang Ditemukan Baru Sebagian Lho...

Tak sampai di situ, PPATK terus melakukan penelusuran. Teranyar, Rafael diduga memiliki safe deposit box di sebuah bank BUMN yang berisi uang asing senilai Rp 37 miliar. 

Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana menduga, uang yang ada dalam deposit box itu berasal dari hasil suap. Soalnya uang tersebut berbentuk pecahan mata uang asing dan mencoba untuk disembunyikan. Saat ini, akses Rafael terhadap safe deposit box itu telah diblokir. "Patut diduga uang itu hasil dari suap," kata Ivan, kepada wartawan, kemarin.

Namun, Ivan menyebut, temuan ini belum diserahkan kepada aparat penegak hukum. "Masih dalam proses. Dalam waktu dekat akan kami serahkan hasilnya," ujarnya. 

Bagaimana tanggapan KPK? Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengaku, belum mengetahui soal temuan deposit box tersebut. "Laporannya belum sampai ke KPK," kata Alex, di Jakarta, kemarin. 

Alex memastikan, pihaknya akan menangani kasus-kasus yang terindikasi tindak pidana korupsi, baik dalam bentuk siap maupun gratifikasi, termasuk yang ada di Ditjen Pajak yang saat ini jadi sorotan publik.  Menurut dia, potensi kasus korupsi tidak hanya di Ditjen Pajak, tapi juga ada di setiap lembaga. 

Menurut dia, yang terpenting saat ini bagi pemerintah melakukan perbaikan sistem pendeteksian dini dan menutup celah korupsi. Caranya dengan memperbaiki sistem-sistem pengawasan yang terbukti hingga kini belum berjalan optimal.

Dalam kasus pegawai pajak ini, Alex tampaknya memahami kekesalan publik. Namun, ia meminta masyarakat berhenti menyerukan boikot bayar pajak. Kata dia, pembayaran dan pelaporan pajak merupakan kewajiban seluruh masyarakat.

"Kalau pajak sampai diboikot kami enggak bisa kerja, termasuk dalam rangka memperbaiki tata kelola tadi, semua butuh dana dan dana itu dari pajak," ujar Alexander.

Bagaimana tanggapan Kemenkeu? Kemarin sore, para pejabat teras Kemenkeu mendatangi Kantor Menkopolkam Mahfud. Mereka adalah  Wamenkeu Suahasil Nazara dan Sekjen Kemenkeu Heru Pambudi, Irjen Awan Nurmawan dan  dan (Plt) Kepala Biro Komunikasi dan Informasi (KLI) Kemenkeu Yustinus Prastowo. 

Keempat pejabat Kemenkeu ini ingin menanyakan soal pernyataan Mahfud tentang  adanya pergerakan uang mencurigakan di DJP dan Bea Cukai  yang nilainya fantastis mencapai Rp 300 triliun. Mahfud MD yang juga Ketua Tim Penggerak Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ini mengatakan hal itu diperoleh berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan pihaknya. 

Selesai pertemuan, Mahfud memberikan keterangan pers. Kepada wartawan, Mahfud mengatakan, indikasi pencucian uang yang dilakukan Rafael sudah tercium sejak 2013. Kemudian PPATK melakukan penelusuran transaksi keuangan terkait Rafael mencapai  Rp 500 miliar. 

“Ya mungkin korupsinya itu sendiri sedikit, ya mungkin Rp 10 miliar atau berapa, tetapi pencucian uangnya yang banyak,” kata Mahfud. 

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini mengatakan transaksi mencurigakan Rafael melibatkan 6 perusahaan. Menurut Mahfud, kasus ini tengah diselidiki KPK. 

Lalu bagaimana tanggapan Kemenkeu? Wamenkeu. Suahasil Nazara mengatakan, terkait dengan tindak pidana pencucian uang ditangani oleh aparat penegak hukum. Suahasil menegaskan, Kemenkeu berkomitmen besar untuk menjaga integritas seluruh pegawai.

"Artinya harus disiplin pegawai harus ditegakkan. Integritas kita tegakkan terus. Yang terkait integritas ini titik masuknya adalah laporan LHKPN. Seluruh pegawai Kemenkeu wajib melapor harta dalam sistem KPK dan internal kemenkeu. Ini jalan masuk kita," jelas Suahasil.

Apa kata pengamat, Koordinator Masyarakat Antikorupsi (MAKI), Boyamin Saiman menyebut temuan PPATK soal deposit box milik Rafael ini mengingatkan pada kasus Gayus Tambunan. Gayus adalah pegawai pajak yang memiliki rekening gendut dan terlibat empat kasus kejahatan yaitu kasus menerima gratifikasi dan suap dari wajib pajak, melakukan  penyuapan kepada penjaga rutan saat menonton tenis di Bali, dan melakukan pencucian uang.

Sekadar latar saja, kasus Gayus berawal dari kepemilikan rekening gendut senilai Rp 28 miliar. Temuan itu bikin geger soalnya Gayus adalah pegawai pajak Golongan III A yang gajinya Rp 12 juta per bulan. Dari hasil penyidikan polisi, harta Gayus ternyata lebih besar. Hasil penelusuran, PPATK menemukan harta Gayus yang lain yang tersimpan di 7 safe deposit box di sejumlah bank. 

Baca Juga: Singgung Kawan Aktivis Pamer Jam Tangan Seharga 3 Miliar Saat Jadi Menteri, Rocky Gerung: Padahal Dulu Makan di Warteg! Buset dah...

Dari tiga safe deposit box polisi kemudian menemukan harta Gayus senilai Rp 74 miliar. Isi deposit box itu adalah mata uang asing dan logam mulia. Dari kasus ini, polisi menyita harta kekayaan Gayus senilai Rp 85 miliar berupa 31 logam mulia, tabungan di berbagai rekening, dan lembaran saham.

"Wajar kalau ada orang menyebut Rafael adalah The New Gayus," kata Boyamin, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam. 

Kata Boyamin, temuan PPATK ini harus segera disambut oleh KPK. Menurut dia, data  PPATK itu sudah setengah bukti. Tinggal didalami dan kalau sudah lengkap ada pelanggaran pidana segera ditingkatkan ke penyidikan kalau memang prosesnya sudah terpenuhi semua.

"Harus cepat. Sebenarnya temuan PPATK itu kan seperti bola pinalti saja. Tinggal gol," ujarnya. 

Menanggapi persoalan ini, Dirjen Pajak 2001-2006 Hadi Poernomo memberikan saran yang sama. Menurut dia, harus ada perbaikan mendasar dan secara sistem untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada Ditjen Pajak. Menurutnya, solusi mengatasi persoalan ini sudah ada dalam Undang-undang, yaitu menerapkan Single Identity Number (SIN) atau Nomor Identitas Tunggal Pajak. 

Hadi mengibaratkan, SIN sebagai kamera pengawas CCTV yang bisa mengawasi  keuangan wajib pajak. Dengan penerapan SIN, setiap instansi pemerintah pusat/daerah, lembaga, swasta dan pihak-pihak lain wajib saling membuka dan menyambung sistem ke otoritas pajak yang rahasia dan non rahasia baik yang finansial dan non finansial. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Bayu Muhardianto

Advertisement

Bagikan Artikel: