Dia menegaskan, insiden kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan Malang mesti menjadi pengingat dan momentum bagi seluruh pemangku kepentingan agar mengarusutamakan hak asasi manusia dalam setiap pengambilan tindakan dan kebijakan.
"Hal ini guna menghindari tindakan-tindakan kekerasan yang dapat membahayakan nyawa manusia serta memastikan kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa depan," tandasnya.
Baca Juga: Majelis Hakim Vonis Bebas Terdakwa Insiden Kanjuruhan, DPR: Kita Kecewa!
Adapun Komnas HAM memaparkan beberapa fakta dari Insiden Kanjuruhan:
- Adanya situasi lapangan stadion yang bisa dikendalikan dan dikuasai hingga pukul 22:08:56 WIB, tetapi aparat memilih untuk mengeluarkan tembakan gas air mata;
- Penembakan gas air mata yang dilakukan secara beruntun dalam jumlah banyak dan tidak ada upaya untuk menahan diri dengan menghentikan tembakan meskipun para penonton sebagian besar sudah keluar dari lapangan karena panik;
- Penembakan gas air mata tidak hanya sekadar menghalau penonton dari lapangan, tetapi turut diarahkan untuk mengejar penonton dan ditembakkan ke arah tribun penonton terutama pada tribun 13 sehingga menambahkan kepanikan penonton dan membuat arus berdesakan untuk keluar stadion dari berbagai pintu dengan mata perih, kulit panas, dan dada terasa sesak;
- Pada dasarnya, ketiga terdakwa mempunyai kapasitas untuk mencegah penembakan gas air mata, menghentikan penembakan yang sudah terjadi, serta mengendalikan lapangan dan para personel keamanan agar tidak melakukan tindakan yang berlebihan (excessive use of force), tetapi hal tersebut tidak dilakukan.
Catatan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat: Hukum yang Aneh!
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi Demokrat, Didik Mukrianto, menilai bahwa ada yang aneh dalam hukum di Indonesia. Dia menilai, putusan tersebut tidak adil. Pasalnya, akibat tindakan yang diambil Samapta beserta anggotanya, berakibat jatuhnya korban jiwa.
"Menurut hemat saya, ada yang aneh dengan penegakan hukum kita. Ada yang tidak adil jika dalam tragedi Kanjuruhan yang telah memakan banyak korban jiwa, tidak ditemukan siapa yang bersalah," kata Didik saat dihubungi Warta Ekonomi, Jumat (17/3).
Didik menilai, kasus Kanjuruhan bisa dilihat dengan logika sederhana. Pasalnya, fakta lapangan menunjukkan bahwa banyak memakan korban jiwa dari gas air mata yang ditembakkan. "Masa tidak ada kesalahan. Jika ada kesalahan, masa tidak ada yang bertanggung jawab," kata dia.
Dia menilai, putusan bebas PN Jakpus pada dua terdakwa menimbulkan tanda tanya pada anggota penyidik, jaksa, hingga hakim dalam insiden Kanjuruhan.
"Apakah penyidiknya yang kurang cermat dalam melakukan penyidikan. Apakah jaksa penuntut yang juga tidak tepat dalam membuat dakwaan dan pembuktian? Apakah hakim memang kurang memperhatikan dan mempertimbangkan substansi dan keadilan dalam putusannya?" katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait:
Advertisement