Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Qassem Soleimani Dituding Kasih Restu Amerika buat Invasi Irak, Terkuak Alasannya

Qassem Soleimani Dituding Kasih Restu Amerika buat Invasi Irak, Terkuak Alasannya Kredit Foto: Reuters/Thaier Al-Sudani
Warta Ekonomi, Washington -

Pemimpin Kurdi Irak Masoud Barzani, mengatakan, mendiang komandan Korps Pengawal Revolusi Islam Iran (IRGC) Qassem Soleimani mendukung invasi Amerika Serikat ke Irak.

Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Asharq al-Awsat yang diterbitkan pada Minggu (19/3/2023), Barzani mengungkapkan bahwa dia telah bertemu dengan Soleimani sebelum invasi ke Irak pada 2003.

Baca Juga: Intelijen Turki Lumpuhkan Teroris Senior PKK/KCK di Irak Utara

Barzani menyatakan, ketika itu Soleimani bertanggung jawab atas arsip Irak di pemerintah Iran. Ketika ditanya apakah Soleimani mendukung invasi ke Irak dan penggulingan Saddam Hussein, Barzani menjawab "ya".

Barzani juga menjelaskan bahwa Iran tidak dapat secara terbuka mengumumkan dukungan mereka untuk invasi pimpinan AS. Tetapi Iran melihat penggulingan Saddam Hussein sebagai kemenangan besar. Barzani merupakan pemimpin Partai Demokratik Kurdistan (KDP) dan menjabat sebagai Presiden Kurdistan Irak dari 2005 hingga 2017.

Irak dan Iran sebelumnya berperang dari 1980 hingga 1988 di bawah pemerintahan Saddam Hussein. Soleimani tewas dalam serangan udara AS di Irak pada 3 Januari 2020, atas perintah mantan presiden Donald Trump.

Pada 2003, mantan presiden AS, George W Bush membuat keputusan untuk menggulingkan Saddam Hussein secara paksa, dan menginvasi Irak. Jumlah pasukan AS yang terbatas menyebabkan munculnya perselisihan etnis. Penarikan pasukan AS pada 2011 semakin memperumit kebijakan Washington di Timur Tengah.

Berakhirnya pemerintahan Saddam Hussein yang merupakan Sunni minoritas, dan berganti dengan pemerintah mayoritas Syiah di Irak membebaskan Iran untuk memperdalam pengaruhnya di Levant, terutama di Suriah, ketika pasukan Iran dan milisi Syiah membantu Bashar al-Assad menghancurkan pemberontakan Sunni dan tetap berkuasa.

Penarikan pasukan AS dari Irak pada 2011 meninggalkan kekosongan yang diisi oleh militan ISIS, yang merebut sekitar sepertiga wilayah Irak dan Suriah. Kehadiran ISIS menimbulkan ketakutan di antara negara-negara Teluk Arab, dan mereka tidak dapat mengandalkan Amerika Serikat.  

Setelah pasukan AS ditarik pada 2011, mantan presiden Barack Obama mengirim kembali pasukannya ke Irak pada 2014. Kemudian pada 2015, Obama mengerahkan pasukan ke Suriah dengan sekitar 900 tentara berada di lapangan. Pasukan AS di kedua negara itu memerangi militan ISIS yang juga aktif dari Afrika Utara hingga Afghanistan.

"Ketidakmampuan, keengganan kami, untuk meletakkan palu dalam hal keamanan di negara itu memungkinkan terjadinya kekacauan, yang memunculkan ISIS," kata mantan wakil menteri luar negeri Richard Armitage, yang menyalahkan kegagalan AS untuk mengamankan Irak.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Advertisement

Bagikan Artikel: