Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Mahkamah Agung (MA) bekerjasama dalam Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) bidang hukum sebagai wujud perlindungan lingkungan hidup dan kehutanan (LHK) Indonesia.
Menteri KLHK, Siti Nurbaya, mengatakan, MoU ini dimaksudkan untuk menjadi dasar pelaksanaan koordinasi antara kedua lembaga dalam mendukung upaya perlindungan LHK dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan aktualisasi hak masyarakat sesuai mandat konstitusi.
Baca Juga: PT Tunas Inti Abadi Terima Penghargaan Kegiatan Rehabilitasi dan Reklamasi Terbaik dari KLHK
"Kita telah memiliki 3 Undang-Undang Lingkungan Hidup. Dimulai dari UU Nomor 4 Tahun 1982 yang disebut umbrella provision lingkungan hidup yang selanjutnya diubah menjadi UU Nomor 23 Tahun 1999, dan terakhir diubah menjadi UU Nomor 32 Tahun 2009, memperlihatkan dinamika kebutuhan masyarakat yang tertuang dalam kebijakan pemerintah yang mendorong perubahan UU dimaksud," ungkap Menteri Siti dalam keterangan tertiulisnya, Rabu (22/3/2023).
Dia menjelaskan, penambahan kata perlindungan memperlihatkan keprihatinan akan peningkatan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Kemudian yang terakhir, disesuaikan kembali melalui UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, khususnya yang menyangkut perizinan berusaha, dan pada konteks lingkungan hidup, lebih berorientasi dalam penyederhanaan prosedur birokrasi perizinan, tanpa mengubah prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Baca Juga: Pede Menurunkan Emisi, KLHK Melanjutkan Sosialisasi Indonesia’s FOLU Net Sink di Gorontalo
Dengan UU Cipta Kerja, pemerintah berupaya untuk tetap dapat memastikan perlindungan terhadap lingkungan dan masyarakat. Pemerintah melakukan penyederhanaan sistem perizinan dan penguatan sistem pengawasan dan penegakan hukum. Regulasi ini juga mengatur mengenai penyelesaian masalah konflik tenurial dan menegaskan keberpihakan kepada masyarakat.
"Melalui pendekatan restorative justice, UU Cipta Kerja mengatur agar tidak ada lagi kriminalisasi pada masyarakat di dalam kawasan hutan maupun masyarakat adat," terang Menteri Siti.
Dia menjelaskan, sebelum adanya UU Cipta Kerja, masyarakat yang tidak sengaja melakukan kegiatan di dalam hutan atau yang bermukim di kawasan hutan dapat langsung dipidana.
Baca Juga: Tak Lelah Sosialisasikan FOLU Net Sink, KLHK: Ini Komitmen Indonesia Menangani Perubahan Iklim!
"Ibaratnya pada saat itu dikatakan bahwa ranting tidak boleh patah nyamuk tidak boleh mati, begitu ketatnya pengaturan tentang akses hutan ketika itu bagi masyarakat, melalui Undang-Undang ini, pendekatan yang dilakukan adalah penegakan hukum administrasi dan melakukan pembinaan dan pemberian legalitas akses bagi masyarakat," jelas Menteri Siti.
Pada kesempatan ini, Menteri Siti turut memberikan gambaran bahwa dunia saat ini sedang mengalami tiga krisis lingkungan (triple planetary crisis), yaitu perubahan iklim (climate change), kepunahan keanekaragaman hayati (nature and biodiversity loss), dan pencemaran (pollution).
Baca Juga: Kuatkan Kolaborasi, KLHK Terus Optimalisasi Layanan Taman Nasional Komodo
Ketiga jenis krisis lingkungan yang saling berkaitan ini merupakan tantangan terbesar abad, ini yang mengancam kesejahteraan and ketahanan hidup jutaan manusia di dunia dan berdampak terhadap pencapaian agenda SDGs (Sustainable Development Goals).
Mengatasi krisis yang dimaksud membutuhkan aksi kolaboratif konkret seluruh pemangku kepentingan di tingkat global (multilateralism), regional, dan nasional, untuk membangun keharmonisan antar manusia dengan alam, serta mempercepat transisi menuju sistem sosial-ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Menteri Siti menjelaskan lebih lanjut, menghadapi krisis global dalam hal lingkungan, Indonesia telah sangat aktif dalam berbagai kesepakatan global pada ranah perubahan iklim, di antaranya pada bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya serta pengendalian pencemaran, pengelolaan sampah dan limbah bahan berbahaya dan beracun, serta kerusakan lingkungan.
Baca Juga: KLHK Anugerahi MIND ID sebagai Booth Terbaik dalam Ajang Indogreen Expo 2023
Keterlibatan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia ikut menjaga peningkatan suhu rata-rata global di bawah 2 derajat menuju 1,5 derajat dari tingkat suhu praindustrialisasi. Di Indonesia, target tersebut diterjemahkan dan ditetapkan dalam Nationally Determined Contribution (NDC) dengan target penurunan emisi sebesar 29% (dengan kemampuan sendiri) dan sampai dengan 41% (dengan dukungan kerja sama internasional) pada tahun 2030, dibandingkan dengan skenario business as usual dengan tahun dasar, yaitu tahun 2010.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Editor: Yohanna Valerie Immanuella
Tag Terkait:
Advertisement