Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Konsumen Produk Tembakau Perjuangkan Haknya Dilibatkan dalam Pembuatan Kebijakan

Konsumen Produk Tembakau Perjuangkan Haknya Dilibatkan dalam Pembuatan Kebijakan Kredit Foto: Antara/Adeng Bustomi
Warta Ekonomi, Yogyakarta -

Masifnya dorongan untuk melakukan revisi terhadap aturan pengendalian tembakau yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012) berdampak pada terampasnya hak-hak konsumen produk tembakau. Sejak awal rencana revisi tersebut digaungkan, sekitar 69,1 juta konsumen produk tembakau tidak pernah dilibatkan dalam proses perubahan aturannya yang sangat eksesif ini.

Hal ini dibahas dalam kegiatan Focus Group Discussion "Wacana Revisi Regulasi: Praktik Diskriminasi Terhadap Perlindungan Hak Konsumen Produk Tembakau" yang diinisiasi oleh Pakta Konsumen di Greenhost Boutique Hotel, Yogyakarta.

Baca Juga: RUU Kesehatan Sejajarkan Tembakau dengan Narkoba, Waduh, Kok Bisa?

Ketua Pakta Konsumen, Ary Fatanen, mengatakan konsumen produk tembakau seringkali dianggap sebagai objek. Padahal, para konsumen tersebut memiliki kontribusi dan sumbangsih yang besar bagi pendapat negara melalui cukai rokok, sehingga hak-hak konstitusional mereka tidak boleh diabaikan. 

"Sejak dirilisnya Keppres 25/2022 di Desember tahun lalu dan dengan viralnya rencana larangan rokok batangan, maka praktik diskriminasi dan pengabaian hak-hak ekonomi masyarakat bagi konsumen produk tembakau semakin nyata dirasakan. Selain itu, 7 poin usulan materi yang tercantum pada revisi PP 109/2012 juga dianggap menindas hak informasi dan hak edukasi para konsumen produk tembakau," tegasnya.

Menanggapi rencana revisi PP 109/2012, Ary menambahkan para konsumen produk tembakau sesungguhnya siap berperan aktif untuk mendukung upaya pemerintah dalam mengurangi jumlah perokok anak. Namun, sayangnya, para konsumen tidak pernah dirangkul oleh para pembuat kebijakan dalam hal ini. 

"Sampai saat ini aspirasi konsumen produk tembakau tidak pernah didengar. Padahal, merokok adalah hak asasi manusia bagi perokok yang sudah dewasa. Dengan adanya regulasi yang eksesif bagi rokok, maka ini menjadi bukti ketidakadilan dan tidak berlakunya sistem demokrasi karena perokok hanya dijadikan sebagai objek," terangnya. 

Komisioner Ombudsman DIY, Agung Sedayu, memaparkan praktik diskriminasi terhadap konsumen produk tembakau dapat dirasakan di berbagai lingkup. Mulai dari terbatasnya akses terhadap informasi yang diberikan terkait produk tembakau, pembatasan akses atas hak partisipasi dalam proses pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan produk tembakau, hingga tidak dipertimbangkannya pandangan dan aspirasi para konsumen dalam proses pembuatan kebijakan. 

"Para konsumen produk tembakau juga mengalami diskriminasi dalam hak advokasi. Misalnya, mereka memiliki keterbasan dalam berbicara dan berekspresi mengenai produk tembakau. Tidak hanya itu, ada juga pemangkasan anggaran dan rendahnya dukungan untuk lembaga advokasi konsumen produk tembakau. Praktik diskriminasi ini dapat menghambat konsumen produk tembakau dalam memperoleh informasi mengenai produk legal yang dikonsumsinya," papar Agung,

Baca Juga: Sebanyak 120 Juta Anggota NU Gantungkan Nasib ke Industri Tembakau, PBNU Tolak Revisi PP 109/2012

Selain itu, Agung menekankan konsumen produk tembakau juga mengalami praktik diskriminasi dalam hak edukasi. Seringkali informasi yang diberikan tentang produk tembakau itu tidak akurat atau tidak komprehensif.

"Seharusya pemerintah memberikan dukungan dan fasilitas yang memadai untuk mengedukasi konsumen tentang produk tembakau. Bukannya justru membatasi yang berujung menghambat konsumen dalam membuat keputusan," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ayu Almas

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: