Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jokowi Heran Kemacetan Semakin Parah, Anak Buah Megawati: Pembangunan Transportasi Telat 50 Tahun

Jokowi Heran Kemacetan Semakin Parah, Anak Buah Megawati: Pembangunan Transportasi Telat 50 Tahun Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Warta Ekonomi, Jakarta -

Belum lama ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat frustrasi karena kemacetan yang terjadi di DKI Jakarta. Ia menyebut, kemacetan tersebut disebabkan oleh pembangunan transportasi yang terlambat sekitar 30 tahun. Namun, anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak, membantah hal itu sebab menurutnya, keterlambatan pembangunan yang terjadi justru lebih jauh lagi.

"Saya tidak setuju karena bukan 30 tahun, malah terlambat 50 tahun," kata Gilbert saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta baru-baru ini.

Keterlambatan itu lantaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta sejak dulu tidak memanfaatkan jalur trem yang ada pada zaman Belanda. Pada Orde Lama, jalur trem warisan Belanda di ibu kota malah ditutup karena dianggap tidak cocok sebagai moda transportasi di kota besar oleh Presiden Sukarno.

Baca Juga: Jokowi Komplain Jakarta Siang-Malam Macet, PDIP: Sudah Tahu Macet, Kok Mobil Listrik Dikasih Subsidi?

Alhasil, ketika semua akhirnya beralih ke kendaraan pribadi, kini Jakarta identik dengan kemacetan. "Dulu kita punya jalur trem di tengah kota dari zaman Belanda, kenapa itu tidak diurusin? Harusnya itu kan dipertahankan seperti di Singapura dan Melbourne yang memiliki train dari awal dipertahankan dan ditambah," tutur Gilbert.

Berbeda dengan kota yang ada di pusat negeri Singa atau Kangguru, jalur trem di Jakarta justru seolah hilang ditelan bumi. Jalur tersebut baru ketahuan kembali ketika dilakukan penggalian proyek MRT Jakarta, khususnya di kawasan Glodok, Jakarta Barat pada akhir 2022.

Menurut Gilbert, kepala daerah Jakarta sejak awal tidak ada yang melanjutkan jalur trem tersebut untuk membangun transportasi publik. Dengan demikian, pembangunan transportasi publik yang ada saat ini pun sangat terlambat menjadi moda andalan jutaan warga dalam melakukan mobilitas.

Baca Juga: Jokowi Ngeluh Macet Di mana-mana, Polda Metro Malah Bilang Begini...

"Setahu saya tidak pernah (kepala daerah DKI Jakarta 'menyentuh' jalur trem zaman Belanda), dari zaman Ali Sadikin sampai sekarang. Dari tahun 1945 enggak diurusi kok, kemudian kita yang jadi korban kemacetan sekarang," jelas anggota Komisi B DPRD DKI itu.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyebut, Indonesia terlambat dalam membangun transportasi massal. Akibat keterlambatan membangun transportasi massal yang andal, masyarakat akhirnya lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Kondisi itu yang menurut Jokowi menjadi penyebab kemacetan di kota-kota besar.

"Karena keterlambatan membangun transportasi massal, baik untuk penumpang maupun untuk barang, semua berbondong-bondong menggunakan kendaraan pribadi. Akhirnya macet di semua kota sekarang ini," kata Jokowi saat meresmikan pengoperasian jalur kereta api Makassar-Parepare rute Maros-Barru di Sulawesi Selatan, baru-baru ini.

Baca Juga: Difungsikan Jelang Mudik Lebaran, Menko Muhadjir Optimis Tol Cisumdawu Jadi Solusi Masalah Kemacetan

Kemacetan saat ini tidak hanya terjadi di ibu kota, tetapi juga di berbagai kota besar lainnya, seperti Bandung, Medan, Surabaya, Semarang, dan Makassar. Di Jakarta, kata Jokowi, pembangunan transportasi massal sudah terlambat sekitar 30 tahun. Meskipun pemerintah telah membangun MRT dan LRT, kemacetan masih terjadi.

Baca Juga: Heru Sibuk Hapus Jejak Anies Tahu-tahu Kemacetan Jakarta Makin Parah, Sentilan Demokrat: Pantas DKI Makin Amburadul

"Di Jakarta terlambat 30 tahun kira-kira, meskipun sekarang sudah ada MRT, tapi baru satu jalur. Ada LRT, tapi juga belum jalan. Sehingga Bapak Ibu kalau di Jakarta pagi macet, siang macet, sore macet, malam macet sekarang ini. Karena keterlambatan dalam membangun itu," kata Jokowi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Yohanna Valerie Immanuella

Advertisement

Bagikan Artikel: