Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Praktik Kejahatan Keuangan Diprediksi Meningkat Jika RUU Perkoperasian Tak Segera Ditetapkan

Praktik Kejahatan Keuangan Diprediksi Meningkat Jika RUU Perkoperasian Tak Segera Ditetapkan Kredit Foto: KemenKopUKM
Warta Ekonomi, Jakarta -

Praktik kejahatan keuangan dengan menggunakan kedok koperasi termasuk pencucian uang yang luas dan sistemik dampaknya di kalangan masyarakat dikhawatirkan akan meningkat kasusnya jika Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian tidak segera disahkan.

Sampai saat ini di Indonesia belum ada regulasi yang mampu menjalankan fungsi sebagai penangkal terjadinya praktik kejahatan keuangan berkedok koperasi, termasuk pencucian uang yang memanfaatkan celah lemahnya pengawasan koperasi.

Baca Juga: Pangkas Peran Rentenir, Koperasi Mitra LPDB-KUMKM Tumbuhkan Usaha Anggota

Oleh karena itu, akademisi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Emi Nurmayanti, berharap RUU Perkoperasian yang baru mampu menjadi tameng untuk menangkal aksi kejahatan kerah putih tersebut.

Ia menyebutkan aksi pencucian uang di tubuh koperasi memang sebuah fakta yang tak bisa dipungkiri.

"Di komunitas koperasi ada istilah Pengusaha Koperasi," kata Emi kdalam keterangannya, Kamis (13/4/2023).

Emi mengakui banyak koperasi, khususnya KSP, yang melayani nonanggota. Bahkan, ada KSP yang memiliki 10 ribu nasabah, tapi hanya 200 orang saja yang menjadi anggota koperasi.

"Ini salah satu celah untuk praktik pencucian uang," kata Emi.

Menurut Emi, sebenarnya pada praktik koperasi di Indonesia banyak yang melanggar karena pengawasan masih kurang dan lemah. Bahkan, untuk penindakan juga belum ada aturan yang jelas dan tegas.

"Dan baru di RUU Perkoperasian yang baru ini sudah mulai dibahas tentang pengawasan, hingga sanksi pidana," kata Emi.

Sementara Dr Yeti Lis Purnamadewi, dari Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, sangat berharap adanya RUU Perkoperasian ini untuk menyelesaikan maraknya kejahatan keuangan hingga mampu mampu menjamin keamanan KSP.

"Koperasi memang menjadi wadah empuk untuk melakukan pencucian uang," kata Yeti.

Untuk itu, Yeti meminta aturan untuk mendirikan koperasi, bukan dilihat dari jumlah anggota, tapi untuk membentuk koperasi harus tercapai dari skala ekonominya.

Baca Juga: KSP: Lembaga Jepang Berdonasi untuk Koperasi Sekolah di Cipanas

Krusial dan Positif

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) Ahmad Zabadi mengungkapkan setidaknya ada tiga hal krusial dan positif yang bisa dirasakan masyarakat, khususnya anggota koperasi, dengan kehadiran RUU Perkoperasian yang baru.

"Pertama, adanya jaminan perlindungan bagi anggota dan koperasi dengan hadirnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Koperasi. Saat ini, ada sekitar 30 juta orang yang tercatat sebagai anggota koperasi yang harus terlindungi simpanannya," kata Zabadi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Editor: Ayu Almas

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: