Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rapid Support Forces, Kelompok Paramiliter yang Berperang dengan Tentara Sudan

Rapid Support Forces, Kelompok Paramiliter yang Berperang dengan Tentara Sudan Kredit Foto: AP Photo/Ashraf Idris
Warta Ekonomi, Khartoum -

Militer Sudan dan kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF) terlibat dalam pertempuran sengit di ibu kota Khartoum dan di tempat lain di negara itu. Pertempuran menimbulkan kekhawatiran terjadinya perang saudara.

Siapa sebenarnya RSF yang terus-menerus melakukan kudeta? Kelompok RSF berevolusi dari milisi Janjaweed yang bertempur dalam konflik pada tahun 2000-an di wilayah Darfur. Mereka digunakan oleh pemerintah Presiden Omar al-Bashir yang telah lama berkuasa untuk membantu tentara menghentikan pemberontakan.

Baca Juga: Ini yang Terjadi pada Tentara Mesir, Situasi Sudan Masuk Level Mengkhawatirkan

Diperkirakan 2,5 juta orang mengungsi dan 300 ribu meninggal dalam konflik tersebut. Jaksa Pengadilan Pidana Internasional menuduh pejabat pemerintah dan komandan milisi melakukan genosida, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Darfur.

Seiring waktu, milisi tumbuh. Kelompok ini pun dibuat menjadi RSF pada 2013 dan pasukannya digunakan sebagai penjaga perbatasan. Pada 2015, RSF bersama dengan tentara Sudan mulai mengirim pasukan untuk berperang di Yaman bersama pasukan Arab Saudi dan Emirat. Analis memperkirakan RSF memiliki sekitar 100 ribu anggota.

Pada tahun yang sama, kelompok tersebut diberi status "pasukan reguler". Pada 2017, undang-undang yang melegitimasi RSF sebagai pasukan keamanan independen disahkan.

Selain wilayah Darfur, RSF dikerahkan ke negara bagian seperti South Kordofan dan Blue Nile, dengan dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Dalam laporanĀ  2015, Human Rights Watch menggambarkan pasukan RSF sebagai manusia tanpa belas kasihan.

RSF dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, umumnya dikenal sebagai "Hemedti" atau "Mohamad Kecil". Dia lahir dari keluarga miskin yang menetap di Darfur pada 1980-an. Dia putus sekolah di kelas tiga dan mencari nafkah dengan berdagang unta sebelum menjadi pemimpin Janjaweed ketika konflik Darfur pecah.

Ketika RSF menjadi lebih menonjol dan perannya dalam urusan keamanan negara tumbuh, kepentingan bisnis Dagalo menjadi makmur dengan bantuan dari al-Bashir. Keluarganya memperluas kepemilikannya di pertambangan emas, peternakan, dan infrastruktur.

Pada April 2019, RSF berpartisipasi dalam kudeta militer yang menggulingkan al-Bashir setelah berbulan-bulan demonstrasi menentang pemerintahannya selama 30 tahun. Empat bulan kemudian, militer dan gerakan pro-demokrasi mencapai kesepakatan pembagian kekuasaan.

Tindakan itu akhirnya membentuk dewan gabungan militer-sipil yang akan memerintah Sudan selama tiga tahun ke depan sampai pemilihan diadakan. Dagalo diumumkan sebagai wakil kepala Dewan Kedaulatan yang dipimpin oleh Kepala militer Abdel Fattah al-Burhan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Advertisement

Bagikan Artikel: