Rocky Gerung Beber Ganjar Gak Bakal Menang di Pilpres: Jokowi dan Megawati Punya Kepentingan Berbeda
Posisi Ganjar Pranowo sebagai bakal capres telah menemui titik terang setelah diberikan tiket oleh PDI Perjuangan.
Hanya saja, Pengamat politik Rocky Gerung menyebut, meski Ganjar telah dideklarasikan oleh PDIP, peluang Ganjar untuk memenangkan Pilpres 2024 masih sulit.
Karena menurutnya, kepentingan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo berbeda.
“Pencalonan Ganjar, bagaimanapun mesti dikalkulasi ulang karena kita sejak awal menyatakan bahwa itu Ganjar, peluangnya menang kalau diasuh oleh PDIP dan juga Pak Jokowi, tapi kepentingan dua figur ini, Pak Jokowi dan Ibu Megawati ini sudah sudah berbeda,” ucapnya dikutip melalui kanal YouTube-nya, Senin, (1/5/2023).
Rocky Gerung menyebut kepentingan Megawati dengan Jokowi sulit dipertemukan.
Sebelumnya, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil surveinya.
Survei dilakukan pada 25-28 April lalu, empat hari setelah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo diumumkan sebagai capres PDIP oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Direktur Riset SMRC, Deni Irvana menyampaikan, peristiwa politik yang paling mutakhir terkait dengan pencalonan Presiden adalah dicalonkannya Ganjar oleh PDIP.
Tim SMRC menanyakan pilpres yang pertama dengan bentuk pertanyaan terbuka dengan capres yang akan dipilih jika pemilihan dilakukan sekarang.
Dia membeberkan ada sejumlah nama yang mendapat dukungan signifikan diantaranya Ganjar Pranowo 20.8% dan Prabowo Subianto 15,8%. Ada selisih 5% antara Ganjar dan Prabowo.
Kemudian setelah Prabowo, Anies Baswedan 11,4% dan nama-nama lain tapi tidak begitu kuat. Selanjutnya Jokowi 8,1%.
“Selain Jokowi yang kita tahu tidak bisa maju lagi sebagai sebagai calon presiden ada nama seperti Ridwan Kamil, Airlangga atau dan seterusnya itu elektabilitasnya di top of Mind di bawah 2% dan masih ada sekitar 39% yang belum tahu atau belum bisa menjawab Pilihan Presiden secara spontan,” jelasnya.
Diketahui, survei ini menyasar para pemilih kritis melalui sambungan telepon. Jumlahnya pemilih kritis ini kata dia sebesar 80 persen dari total populasi nasional. Meski demikian, dia mengakui hal ini berbeda dengan survei tatap muka yang juga sering dirilis yang mewakili 100% total populasi nasional sampelnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Advertisement