Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

MenKopUKM: Industri Furnitur Lokal Harus Mampu Bidik Pasar Ekspor Alternatif

MenKopUKM: Industri Furnitur Lokal Harus Mampu Bidik Pasar Ekspor Alternatif Kredit Foto: KemenKopUKM
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mendukung industri furnitur dan home decor di Indonesia terus memperluas akses pasarnya, mengingat Amerika Serikat (AS) dan Eropa yang selama ini menjadi pasar terbesar industri tersebut sedang mengalami resesi ekonomi.

Untuk itu, dalam beberapa waktu ke depan, industri furnitur dan home decor harus dapat membidik pasar alternatif, tidak hanya Amerika dan Eropa, namun juga Timur Tengah misalnya.

Baca Juga: Airlangga: Pembiayaan Dorong Ekspor Produk Mebel dan Furnitur Indonesia

"Karena dunia sedang mengalami perubahan kekuatan ekonomi. Ini tak sebentar saja terjadi. Kita harus melihat potensi market baru, jangan hanya fokus di market tradisional itu-itu saja," kata MenKopUKM Teten Masduki dalam acara launching Pameran 'The International Furniture and Craft Fair Indonesia atau (IFFINA)', di Jakarta, Selasa (9/5/2023).

Menurut Teten, tidak hanya di dalam pasar domestik, negara tujuan ekspor lainnya juga diharapkan terus dikembangkan sehingga pasar global dan para buyer internasional tidak perlu lagi datang ke pameran-pameran furnitur di luar negeri, namun bisa langsung datang ke pameran furnitur di Indonesia termasuk di pusat-pusat showcase cluster furniture/home decor.

Mengutip dari KataData pada 2022, ekspor produk furnitur dan kerajinan Indonesia mencapai 3,5 miliar dolar AS (Rp51,65 triliun), serta menyerap sebanyak 143 ribu orang tenaga kerja dari 1.114 ribu perusahaan. Pemerintah menargetkan ekspor industri furnitur dapat menembus 5 miliar dolar AS (Rp73,78 triliun) pada 2024.

"Furnitur menjadi kekuatan ekonomi Indonesia karena Indonesia punya sumber daya alam berupa bahan baku yang kaya. Dan furnitur ini mampu menciptakan lapangan kerja yang besar," katanya.

Menurutnya, pada tahun 2022, sebesar 90% produk hasil industri furnitur dipasarkan di luar negeri dengan Amerika Serikat sebagai pangsa pasar terbesar produk furnitur Indonesia yang menyerap 51% dari total nilai ekspor furnitur lokal, sementara pasar Eropa menyerap sekitar 19%.

Untuk itu, salah satu upaya dalam memperluas akses pasar tersebut, digelar pameran IFFINA 2023 yang diinisiasi oleh Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (ASMINDO). Event internasional tersebut akan dilaksanakan pada 14-17 September 2023, di ICE BSD City, Tangerang, Banten.

Diharapakan, IFFINA dapat menjadi wadah bagi pelaku usaha UMKM di sektor furnitur untuk memperluas akses pasar.

"Nanti harus lebih banyak lagi event furnitur di dalam negeri. Karena importir lebih senang ada pusat furnitur, sehingga tak perlu blusukan ke berbagai workshop lebih baik datang ke satu tempat produknya," kata Teten.

Ketua Umum ASMINDO, Dedy Rochimat, mengatakan pihaknya kembali akan menggelar IFFINA, setelah sebelumnya sempat vakum selama enam tahun. Tahun ini merupakan ke-10 kalinya penyelenggaraan IFFINA sejak pertama kali digelar pada 2008.

Kali ini, IFFINA akan didukung oleh tiga Kementerian terkait, yakni Kementerian Perindustrian, KemenKopUKM, Kementerian Perdagangan, serta Bank Indonesia (BI).

Dedy menyebut industri mebel dan kerajinan merupakan industri yang PDB-nya terus tumbuh sejak enam tahun terakhir. Selain itu, pasar mebel dunia adalah pasar yang sangat potensial bagi Indonesia.

Pada 2022 saja, pasar mebel dunia berhasil mencatat pendapatan secara global sebesar 695 miliar dolar AS (Rp10.256,8 triliun) dan diprediksi meningkat menjadi 766 miliar dolar AS (Rp11.304,6 triliun) pada akhir 2023.

"Tetapi jika dibandingkan dengan Indonesia, industri mebel indonesia saat ini baru bisa mencatatkan pendapatan sebesar 2,8 miliar dolar AS (Rp41,32 triliun) tahun 2022, yang secara ranking global menempatkan kita di urutan ke-17 dunia dan ke-4 di regional asia, masih di bawah China, Vietnam, dan Malaysia," kata Dedy.

Menurut dia, angka tersebut masih cukup kecil, padahal industri mebel merupakan industri strategis yang memiliki banyak manfaat. Selain menjadi industri penghasil devisa yang kuat, industri mebel juga memiliki nilai tambah yang tinggi karena rantai nilai yang panjang dan keunggulan pada sumber daya alam Indonesia yang melimpah.

"Kita punya hutan produksi seluas 68 juta hektare, kita produsen 85 persen rotan dunia, dan kita nomor tiga produsen bambu terbesar dunia setelah China dan India. Industri mebel juga menjadi penyerap tenaga kerja yang besar karena termasuk dalam industri padat karya yang menyerap 500 ribu tenaga kerja langsung per tahun 2021," ungkapnya.

Baca Juga: MenKopUKM: Kelembagaan dan Hilirisasi Jadi Kunci Kesejahteraan Petani

Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, menambahkan sektor industrial memberikan kontribusi sebesar 53,4% ke PDB Non Migas, di mana industri furnitur berkontribusi sebesar 1,3% dengan nilai ekspor sebesar 2,47 miliar dolar AS pada 2022, atau turun 2 persen dari ekspor tahun 2021. Diprediksi, tren ini masih akan terjadi tahun ini dan tumbuh pada 2024.

"Kontraksi disebabkan oleh kondisi global yang harus terus diwaspadai. Namun kami yakin, melihat kondisi pasar dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) per April 2023 sebesar 51,38% berada di level ekspansi. Artinya, industri furnitur perlahan masuk kategori ekspansi dan mulai bangkit lagi. Hal ini perlu dimanfaatkan oleh pelaku industri Tanah Air, agar terus lebih baik dan berdaya saing," kata Putu.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Editor: Ayu Almas

Advertisement

Bagikan Artikel: