Ketua Umum DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Haris Pertama menilai British Petroleum (BP), pengelola ladang gas bumi Tangguh di Teluk Bintuni, Papua Barat, disinyalir telah memakai hak masyarakat.
Ia menyebut dana program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) menggunakan cost recovery bukan bagian keuntungan korporasi.
"Sangat tidak berdasar dan merugikan masyarakat jika program CSR yang dilakukan BP menggunakan cost recovery bukan profit perusahaan. Sebab, cost recovery bersumber dari DBH (dana bagi hasil) migas dan itu merupakan hak masyarakat," kata Haris dalam keterangannya.
Untuk itu, Haris melanjutkan, DBH migas tidak boleh disamakan dengan CSR.
"Itu dua post pendanaan berbeda. Kewajiban ini juga mandat UU Otsus Papua. Akibatnya, yang merugi adalah masyarakat Teluk Bintuni," sambungnya.
Sebagai korporasi besar asal Inggris, lanjut Haris, BP mestinya paham soal CSR dan memiliki program mandiri untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang terdampak operasional LNG Tangguh.
"Suku-suku asli sudah merugi karena mata pencariannya hilang, diperparah dengan aksi BP dengan menggasak hak masyarakat berbungkus CSR. Ini tidak boleh dibiarkan," tuturnya.
Haris heran dengan sikap BP tersebut. Pangkalnya, mengantongi keuntungan bombastis dari beroperasinya LNG Tangguh Train 1 dan Train 2. Apalagi, tengah mengembangkan Train 3 dengan nilai investasi sekitar US$8,9 miliar.
"Produksi gas bumi Tangguh 2021 rata-rata 1.312 MMSCFD dan per 14 Juni 2022 sebesar 1.162 MMSCFD. LNG Tangguh sendiri menghasilkan 7,6 juta ton LNG setiap tahun dari Train 1 dan 2. Train 3 diprediksi menghasilkan 3,8 juta ton LNG per tahun. Jadi, sangat aneh kalau BP masih merampok hak rakyat, terutama masyarakat adat Papua Barat," paparnya.
Selain CSR, KNPI juga menyoroti komitmen BP menjalankan rekomendasi Tim Penasihat Independen dalam Laporan Ketiga 2020.
Isinya, BP diminta tetap melanjutkan dukungannya dalam sektor pendidikan dasar dengan menyediakan bantuan bagi guru dan murid, termasuk materi dan alat ajar, melalui mitranya.
Yang terjadi, ungkap Koordinator Bidang (Koorbid) Ekonomi DPP KNPI, Rasminto, BP justru disinyalir melakukan kejahatan kemanusiaan. Alasannya, pengelolaan LNG Tangguh memiskinkan suku-suku asli Papua Barat di Teluk Bintuni yang terdampak proyek gas alam itu.
"Mata pencarian masyarakat adat yang utama adalah nelayan. Mereka kehilangan penghidupannya karena hutan mangrove di sekitar LNG Tangguh rusak bahkan hilang. Namun, BP bisa mengelola air layak minum dari air laut sekitarnya," ucapnya.
"Ini sangat miris, memprihatinkan. Atas dasar itu, KNPI akan terus mendorong Presiden Jokowi agar tidak memperpanjang kontrak BP yang berakhir 2035. Kemudian, menasionalisasi demi kesejahteraan rakyat, terutama masyarakat adat Teluk Bintuni," tutup Rasminto.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Advertisement