Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kerja Sama Indonesia dan Malaysia Melawan Kebijakan Perdagangan Diskriminatif Uni Eropa

Kerja Sama Indonesia dan Malaysia Melawan Kebijakan Perdagangan Diskriminatif Uni Eropa Pekerja menurunkan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dari atas mobil di Desa Lemo - Lemo, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat, Sabtu (2/7/2022). Harga TBS kelapa sawit tingkat pengepul sejak sebulan terakhir mengalami penurunan harga dari Rp2.280 per kilogram menjadi Rp800 per kilogram disebabkan banyaknya produksi. | Kredit Foto: Antara/Akbar Tado
Warta Ekonomi, Jakarta -

Negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia harus dan bekerja sama untuk melawan kebijakan perdagangan diskriminatif Uni Eropa (UE).

Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), mengatakan, Malaysia dan Indonesia akan menjadi produsen minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) terbesar di dunia dengan bekerja sama, membuat penetrasi pasar, dan manajemen harga yang lebih mudah.

Baca Juga: Sektor Industri Perkebunan Sawit Tak Batasi Pekerja Perempuan Kembangkan Karier

"Jangan lihat Indonesia dan Malaysia saling bersaing, ujung-ujungnya kita sama-sama kalah. Kita perlu bersatu. Saya yakin kita bisa menghadapi dan menyelesaikan ini jika kita berdiri bersama," katanya, dilansir dari laman New Strait Times, Rabu (10/5/2023).

Lebih lanjut dikatakan Jokowi, Indonesia yang menjadi ketua ASEAN tahun ini akan terus memperjuangkan upaya untuk meyakinkan Uni Eropa bahwa praktik yang diterapkannya sudah sesuai dengan peraturan baru yang ketat tentang deforestasi.

"Indonesia akan terus memperjuangkan ini, kami tidak ingin melihat adanya praktik diskriminatif," ujarnya.

Perdana Menteri Datuk Seri Anwar Ibrahim, usai pertemuannya dengan Jokowi, mengatakan bahwa kedua negara telah sepakat untuk memperkuat kerja sama melalui CPOPC untuk meningkatkan pasar minyak sawit dan melawan diskriminasi.

Perlu diketahui, pada Desember 2022 lalu, Uni Eropa menyetujui Undang-undang baru yang mewajibkan perusahaan untuk memastikan bahwa komoditas yang dijual di Uni Eropa tidak berasal dari lahan hasil konversi hutan. Komoditas seperti kayu, karet, daging sapi, kulit, kakao, kopi, minyak kelapa sawit, dan kedelai tidak akan masuk ke pasar Uni Eropa kecuali terbukti bebas deforestasi.

Indonesia dan Malaysia—yang menyumbang sekitar 80% dari produsen minyak sawit dunia—telah menyampaikan gugatan terpisah kepada WTO dengan mengatakan bahwa tindakan tersebut diskriminatif dan merupakan hambatan perdagangan.

Produsen minyak sawit mengatakan bahwa mereka telah mengambil langkah-langkah untuk memenuhi persyaratan Uni Eropa, termasuk meningkatkan standar sertifikasi minyak sawit berkelanjutan nasional dan meningkatkan standar perlindungan lingkungan dan keamanan pangan, tetapi Uni Eropa tersebut justru terus memberlakukan pembatasan baru.

Wakil Perdana Menteri dan Menteri Perkebunan Fadillah Yusof, setelah bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia, Airlangga Hartarto, di Jakarta awal tahun ini, mengatakan bahwa kedua negara telah sepakat untuk mengirim misi bersama untuk menyajikan fakta ilmiah, manfaat ekonomi, dan praktik terbaik industri sawit kepada Uni Eropa.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Advertisement

Bagikan Artikel: